TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Malaysia menyetujui program vaksinasi Covid-19 booster untuk kelompok rentan, Malay Mail melaporkan.
Keputusan itu dilakukan setelah 78,2 persen populasi di negara itu telah divaksinasi penuh, ujar PM Ismail Sabri pada Minggu (19/9/2021).
Mereka yang diprioritaskan untuk suntikan booster yaitu tenaga medis, individu dengan gangguan sistem imun, lansia dengan komorbid atau mereka yang tinggal atau bekerja di fasilitas layanan kesehatan jangka panjang.
Ismail Sabri mengatakan panel ahli medis dan kesehatan saat ini sedang mengembangkan pedoman untuk penerapan dosis ketiga ini.
"Dalam upaya meningkatkan perlindungan kepada masyarakat yang rentan dari risiko penularan Covid-19, pemerintah juga menyepakati pelaksanaan pemberian vaksin Covid-19 dosis ketiga," ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: PM Singapura Lee Hsien Loong Telah Terima Suntikan Vaksin Booster Covid-19
Baca juga: Apakah Dosis Booster Penting, Begini Pendapat Para Ahli
"Dosis ketiga ini dapat meningkatkan tingkat kekebalan individu yang berisiko tinggi terinfeksi Covid-19, yang dapat menurun dalam jangka waktu tertentu setelah dosis vaksin kedua."
PM mengatakan semua detail untuk suntikan booster Covid-19 tersebut akan diumumkan oleh Kementerian Kesehatan.
Selain Malaysia, negara tetangga Singapura juga sudah memulai program vaksinasi booster.
Singapura memulai program vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster pada Selasa (14/9/2021), akibat kasus baru yang melonjak, Nikkei Asia melaporkan.
Warga Singapura yang berusia di atas 60 tahun atau mengalami kelainan imun, dapat membuat janji untuk vaksinasi dosis ketiga.
Namun mereka harus sudah divaksin dosis kedua setidaknya 6 bulan sebelumnya.
Saat ini, populasi Singapura yang telah divaksinasi penuh mencapai 80%.
"Bagi mereka yang memenuhi syarat untuk suntikan booster, silakan lakukan ketika menerima pemberitahuan," kata Menteri Perdagangan Gan Kim Yong, yang memimpin satuan tugas virus corona pemerintah, Jumat (10/9/2021) lalu.
Pemerintah mengatakan sekitar 200.000 lansia pertama akan mendapat pemberitahuan melalui pesan teks.
Baca juga: Ilmuwan Internasional Sebut Masyarakat Umum Tidak Perlu Disuntik Vaksin Booster Covid-19
Baca juga: Menkes: Tahun Depan Beli Vaksin Booster Covid-19 di Apotek Layaknya Beli Obat
Sementara 700.000 lainnya yang memenuhi syarat akan mendapatkan dosis tambahan dalam beberapa bulan mendatang.
Dosis Ketiga yang Dikritik WHO
Program booster ini dimulai di tengah permohonan Organisasi Kesehatan Dunia yang berulangnya agar negara-negara kaya menunda suntikan ketiga, untuk memastikan negara-negara miskin memiliki akses vaksin yang memadai.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan kepada media pekan lalu bahwa dia "tidak akan tinggal diam ketika perusahaan dan negara yang mengendalikan pasokan vaksin global berpikir orang miskin di dunia harus puas dengan sisa vaksin."
Hasil Studi tentang Dosis Ketiga
Sementara itu, sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet pada hari Senin (13/9/2021) oleh para ahli vaksin internasional, juga menekankan dua suntikan reguler masih memberikan perlindungan yang kuat terhadap COVID-19 yang parah.
"Oleh karena itu, bukti saat ini tampaknya tidak menunjukkan perlunya tambahan dosis pada populasi umum, di mana kemanjuran terhadap penyakit parah tetap tinggi," tulis penelitian itu.
Negara-negara yang Tetap Berlakukan Dosis Ketiga/Booster
Namun demikian, peringatan suntikan booster dari WHO sebagian besar diabaikan.
Israel, Prancis, dan negara-negara Barat lainnya telah mulai memberikan atau setidaknya membuat rencana untuk suntikan booster.
Pada bulan Juli lalu, Indonesia mulai memberikan suntikan booster kepada petugas kesehatan, menggunakan vaksin Moderna yang disumbangkan oleh AS melalui fasilitas COVAX WHO.
Kamboja, di mana lebih dari 50% populasinya telah menerima dua dosis, mulai menawarkan dosis ketiga bulan lalu.
Thailand juga bermaksud untuk mulai memberikan booster pada bulan Oktober, terutama untuk orang-orang yang memiliki dua suntikan Sinovac antara bulan Maret dan Mei.
Korea Selatan juga mempertimbangkan suntikan ketiga dengan vaksin Pfizer atau Moderna bulan depan, dengan selang waktu enam bulan dari suntikan kedua.
Di China, suntikan booster masih dalam pertimbangan.
Tetapi pihak berwenang telah menempatkan petugas kontrol perbatasan dan perawatan kesehatan dalam kelompok berisiko tinggi yang dianggap sebagai kandidat utama untuk suntikan tambahan.
Di Jepang, kepala panel ahli COVID-19 pemerintah mengatakan pengganti Perdana Menteri Yoshihide Suga harus segera mempertimbangkan booster.
India, sementara itu, sedang mempelajari masalah ini tetapi tetap tidak berkomitmen.
V. K. Paul, penasihat utama pemerintah India untuk COVID-19, mengatakan kepada wartawan awal bulan ini bahwa pertanyaan tentang apakah booster diperlukan masih "belum pasti" secara global.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)