TRIBUNNEWS.COM - Ibu kota Afghanistan, Kabul, terancam gelap gulita akibat pemadaman listrik.
The Wall Street Journal melaporkan pasokan listrik di kota itu menipis dan berisiko karena pemerintah Taliban berhenti membayar perusahaan asing yang memasok sebagian besar listrik di Kabul.
Tak hanya di Kabul, kegelapan juga mengancam seluruh wilayah Afghanistan.
"Konsekuensinya akan berlaku di seluruh negeri, tetapi terutama di Kabul," kata Daud Noorzai, mantan kepala eksekutif perusahaan listrik Afghanistan, kepada surat kabar itu, dikutip dari Business Insider.
"Akan ada pemadaman (listrik) dan itu akan membawa Afghanistan kembali ke Abad Kegelapan dalam hal kekuasaan dan telekomunikasi."
Baca juga: Rebutan Kekuasaan, Taliban Kini Mulai Berkonflik dengan ISIS-K
Baca juga: Taliban Diduga Bunuh 13 Orang dari Etnis Hazara dalam Baku Tembak di Afghanistan
"Ini akan menjadi situasi yang sangat berbahaya," imbuhnya.
Sekitar 70 persen dari pasokan listrik Afghanistan berasal dari luar negeri, menurut Pusat Kebijakan Kaspia (think tank yang berbasis di Wasinghton DC).
Saat Taliban menguasai negara itu pada Agustus, mereka mengambil alih atas kekuasan Da Afghanistan Breshna Sherkat (DABS), perusahaan listrik negara, dan otomatis mewarisi utang-utangnya.
DABS membutuhkan sekitar $90 juta untuk membayar utang-utangnya.
Hal ini diungkapkan chief operating officer DABS, Safiullah Ahmadzai.
Jumlah itu termasuk utang pada pemasok listrik di negara tetangga Turkmenistan, Tajikistan, dan Uzbekistan.
Diketahui, tiga negara tetangga tersebut telah menyumbang setengah dari konsumsi listrik Afghanistan.
Mengutip Fox News, Iran juga memberi pasokan listrik tambahan ke barat negara itu.
Produksi listrik dalam negeri yang sebagian besar berasal dari pembangkit listrik tenaga air, telah terpengaruh oleh kekeringan tahun ini.