TRIBUNNEWS.COM - Keputusan dari Pengadilan Israel yang mendukung orang Yahudi beribadah di kompleks Masjid Al-Aqsa memicu kecaman dari warga Palestina.
Dilansir Al Jazeera, keputusan ini memicu ketakutan pengambilalihan situs suci umat Muslim di Yerusalem ini.
Warga Palestina pada Kamis (7/10/2021) mengecam keputusan yang dikeluarkan Pengadilan Magistrat Israel untuk tidak menganggap doa oleh jamaah Yahudi sebagai "tindakan kriminal" jika tetap diam.
Hal ini membalikkan kesepakatan lama di mana umat Islam beribadah di Al-Aqsa.
Sementara orang Yahudi beribadah di Tembok Barat di dekatnya.
Baca juga: Lima Anggota Hamas Palestina Tewas Ditembak Usai Bentrokan dengan Pasukan Israel
Baca juga: Dua Studi di Israel dan Qatar: Kekebalan Vaksin Covid-19 Pfizer Berkurang Setelah Dua Bulan
Keputusan dari pengadilan muncul setelah seorang pemukim Israel, Rabi Aryeh Lippo meminta pengadilan untuk mencabut larangan sementara masuk Al-Aqsa.
Adapun perintah itu dijatuhkan kepada Lippo oleh polisi Israel setelah dia beribadah di kompleks itu.
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Ibrahim Shtayyeh meminta AS memenuhi janjinya untuk mempertahankan status quo kompleks tersebut.
Dia juga mendesak negara-negara Arab untuk berdiri dalam solidaritas dengan Palestina.
"Kami memperingatkan terhadap upaya Israel untuk memaksakan realitas baru di Masjid Suci Al-Aqsa," kata Shtayyeh pada Kamis.
Yordania, yang menjadi penjaga Al-Aqsa berdasarkan perjanjian damai 1994 antara Amman dan Tel Aviv, menyebut keputusan itu sebagai "pelanggaran serius terhadap status historis dan hukum Masjid Al-Aqsa".
Pengacara sekaligus pengamat Yerusalem dan Al-Aqsa, Khaled Zabarqa mengatakan kepada Al Jazeera bahwa "sistem peradilan Israel tidak memiliki yurisdiksi hukum untuk mengatur kesucian Masjid Al-Aqsa dan untuk mengubah status quo."
Dia menjelaskan bahwa dari sudut pandang hukum, keputusan itu batal.
Putusan yang dicapai pada Rabu lalu oleh badan peradilan Israel lebih mencerminkan bentuk dukungan daripada keputusan hukum.
Hal itu menimbulkan ketakutan di Palestina akan adanya pengambilalihan situs tersuci ketiga dalam Islam oleh Yahudi.
Bentrokan berdarah antara warga Palestina dan Israel kerap terjadi karena semakin banyak orang Yahudi yang masuk kompleks Al-Aqsa untuk beribadah.
Orang Yahudi menyebut Al-Aqsa sebagai Temple Mount.
Warga Palestina melihat kunjungan Yahudi ke situs ini sebagai provokasi dan menilai Israel berusaha melanggar perjanjian yang telah ada.
Masjid Al-Aqsa berada di wilayah Kota Tua, Yerusalem.
Kompleks ini termasuk ke dalam daerah yang direbut Israel dalam Perang Timur Tengah 1967.
Israel mencaplok Yerusalem Timur yang diduduki pada 1980, yang mana langkah ini tidak pernah diakui oleh masyarakat internasional.
Baca juga: Lintasi Hutan Paling Berbahaya Menuju Amerika Serikat, Puluhan Migran Dilaporkan Tewas
Baca juga: Lima Anggota Hamas Palestina Tewas Ditembak Usai Bentrokan dengan Pasukan Israel
Dewan Wakaf Yordania (Awqaf), yang mengelola bangunan-bangunan Islam di kompleks Al-Aqsa, menyebut langkah itu sebagai "pelanggaran mencolok terhadap Islam dan kesucian masjid dan provokasi yang jelas terhadap perasaan umat Islam di seluruh dunia".
Sementara itu Hamas di Jalur Gaza menilai keputusan pengadilan Israel adalah agresi terang-terangan terhadap Masjid Al-Aqsa.
Mufti Yerusalem dan Palestina, Sheikh Muhammad Hussein mengaku prihatin atas kemungkinan eskalasi permusuhan.
"Kami mengimbau orang-orang Arab dan Muslim untuk menyelamatkan Yerusalem dan Masjid Al-Aqsa dari keputusan invasif pendudukan di Masjid Al-Aqsha, dan kami memperingatkan semua orang terhadap pecahnya perang agama," kata sang mufti.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)