TRIBUNNEWS.COM - Tuvalu sedang mencari langkah hukum untuk mempertahankan kepemilikannya atas zona maritim dan pengakuan sebagai negara bahkan jika negara kepulauan Pasifik itu benar-benar tenggelam karena perubahan iklim, kata menteri luar negerinya.
"Kami sebenarnya membayangkan skenario terburuk di mana kami terpaksa pindah atau bila tanah kami terendam," kata menteri Simon Kofe, kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
"Kami sedang mencari jalan hukum di mana kami dapat mempertahankan kepemilikan kami atas zona maritim kami, mempertahankan pengakuan kami sebagai negara di bawah hukum internasional."
"Jadi itu adalah langkah yang kami ambil, melihat ke depan," katanya.
Sebelumnya, video pidato Simon Kofe video untuk konferensi perubahan iklim COP26 viral di media sosial.
Menteri itu menyampaikan pidatonya di tengah laut.
Ia berpakaian setelan jas rapi dan masuk ke perairan yang dulunya merupakan daratan kering.
Dilansir NBC News, peraian Tuvalu, yang titik tertingginya adalah 4,5 meter di atas laut, naik 0,5 cm per tahun, melebihi tinggi dari rata-rata dunia.
Seperti banyak negara tetangganya, Tuvalu memperingatkan bahwa tanpa tindakan global, daratannya hampir pasti akan tenggelam seluruhnya.
Negara-negara kepulauan Pasifik seperti Tuvalu termasuk yang paling berisiko atas perubahan iklim.
Wabah virus corona dan kesulitan bepergian di tengah pandemi telah membuat sebagian besar pemimpin mereka tidak menghadiri KTT di Glasgow, Skotlandia.
Baca juga: COP26: Tersisa Sedikit Waktu, Tapi Segunung Tantangan Atasi Krisis Iklim
Baca juga: Berita Foto : Little Amal Boneka Raksasa Curi Perhatian KTT Perubahan Iklim
Dalam pidatonya yang ditayangkan Selasa (9/11/2021), Kofe mengatakan delapan pulau di Tuvalu adalah "suci" bagi 12.000 penduduknya.
"Mereka adalah rumah nenek moyang kami, mereka adalah rumah rakyat kami hari ini dan kami ingin mereka tetap menjadi rumah rakyat kami di masa depan," katanya.
Foto-foto Kofe yang merekam pidato untuk KTT Cop26 di laut beredar luas di media sosial selama beberapa hari terakhir.