TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Sebuah ledakan keras terdengar di dekat fasilitas nuklir utama Iran di Natanz, yang sebelumnya menjadi sasaran serangan sabotase.
Namun media pemerintah Iran mengatakan bahwa ledakan tersebut bersumber dari uji coba rudal pertahanannya yang terkontrol.
Sebuah ledakan besar dan kilatan cahaya di langit dilaporkan pada hari Sabtu (4/12/2021) sekitar 20.15 waktu setempat di Badroud, 20km (12 mil) dari tempat fasilitas pengayaan berada.
Dilansir dari Al Jazeera, laporan awal berspekulasi sistem pertahanan rudal permukaan-ke-udara menargetkan objek musuh, kemungkinan besar drone.
Namun Juru Bicara Angkatan Darat Iran, Jenderal Shahin Taqikhani, mengatakan kepada media pemerintah Islamic Republic of Iran Broadcasting bahwa rudal itu ditembakkan untuk menguji respons cepat sistem pertahanan di Natanz.
Baca juga: Menlu Iran Tuduh Israel Sabotase Instalasi Pengayaan Nuklir Natanz
Baca juga: Inggris dan Israel Sepakat Cegah Iran Memperoleh Senjata Nuklir
"Latihan seperti itu dilakukan di lingkungan yang benar-benar aman, tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” katanya seperti dilansir dari UPI.
Kantor Berita semi-resmi Fars, yang dikelola oleh Korps Pengawal Revolusi Islam, mengatakan bahwa penduduk melaporkan mendengar suara mengerikan dan menyaksikan cahaya intens di langit.
"Gubernur Natanz mengatakan bahwa rincian pastinya belum diketahui. Desas-desus tidak resmi dari seorang reporter Fars mengindikasikan penghancuran sebuah pesawat tak berawak tak dikenal," tulis kantor berita itu di Twitter.
Fasilitas nuklir Natanz, yang mencakup pabrik pengayaan uranium, terletak sekitar 20 mil dari kota, yang berpenduduk sekitar 12.000 hingga 14.000 orang.
Insiden itu terjadi ketika Israel telah berulang kali mengancam Iran dengan aksi militer, berjanji untuk tidak mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir.
Baca juga: Timur Tengah: Ancaman serangan Israel ke fasilitas nuklir Iran meningkat
Baca juga: Iran Siap Lanjutkan Perundingan Nuklir Pekan Ini
Iran telah menyatakan bahwa mereka tidak akan pernah mencari senjata nuklir, bertentangan dengan Israel yang memiliki puluhan senjata nuklir.
Iran juga menyalahkan dua serangan terhadap fasilitas Natanz sejak tahun lalu, dan satu lagi awal tahun ini, pada sebuah bengkel sentrifugal di Karaj, pada Israel, menuduhnya sebagai “terorisme nuklir”.
Uji coba rudal ini juga dilakukan ketika pembicaraan untuk kembali ke Rencana Aksi Komprehensif Gabungan 2015, juga dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran, tampaknya kandas.
Mantan Presiden Donald Trump mengumumkan bahwa AS akan menarik diri dari kesepakatan nuklir pada 2018 dan menjatuhkan sanksi pada negara tersebut.
The Guardian melaporkan saat itu bahwa Iran mengatakan tahun lalu bahwa negara itu tidak akan lagi mematuhi rencana nuklir setelah pembunuhan Jenderal Iran Qassem Soleimani, tetapi berjanji akan bergabung kembali dengan JCPOA jika Amerika Serikat melakukannya.
Baca juga: Pemerintah Iran Tolak Ultimatum AS Soal Izin Inspeksi Nuklir IAEA
Baca juga: Rusia Siapkan Sistem Pertahanan Udara S-550, Diklaim Mampu Menahan Ledakan Nuklir
Masih belum jelas apakah kedua negara akan kembali ke kesepakatan setelah negosiasi tampaknya terhenti pada hari Jumat.
Fars menyebutkan, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengkritik saingannya Israel karena campur tangan dalam pembicaraan baru Wina setelah Perdana Menteri Israel Naftali Bennett menyerukan penghentian negosiasi.
Program nuklir Iran telah meningkat secara signifikan setelah penarikan AS dari kesepakatan, dan negara itu sekarang memperkaya uranium hingga 60 persen, jauh lebih tinggi dari batas 3,67 persen yang ditetapkan dalam perjanjian.
Saat pembicaraan Wina sedang berlangsung, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengumumkan bahwa Iran telah mengambil langkah lain untuk memajukan upaya nuklirnya, sekarang memperkaya uranium hingga kemurnian 20 persen di fasilitas bawah tanah Fordow. (Tribunnews.com/Aljazeera/UPI/Hasanah Samhudi)