News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik di Afghanistan

Taliban Keluarkan Dekrit Hak-hak Perempuan, Larang Pernikahan Paksa

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Siswa bercadar memegang bendera Taliban saat mereka mendengarkan pembicara wanita sebelum rapat umum pro-Taliban di Universitas Pendidikan Shaheed Rabbani di Kabul pada 11 September 2021. Dekrit soal wanita di Afghanistan tidak boleh dianggap sebagai properti.

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Taliban mengeluarkan dekrit yang mengatakan wanita di Afghanistan tidak boleh dianggap sebagai "properti", dan perempuan harus memberi persetujuannya sendiri terhadap tawaran pernikahan.

Dilansir Independent, dekrit terbaru kelompok militan itu dikeluarkan pada hari Jumat (3/12/2021).

Dekrit membahas sejumlah isu tetapi tidak menyinggung tentang hak-hak dasar bagi perempuan, termasuk hak untuk mendapatkan pendidikan dan bekerja di luar rumah.

Hingga ini, Taliban telah memerintah Afghanistan selama lebih dari tiga bulan.

"Seorang wanita bukanlah properti, tetapi manusia yang mulia dan bebas."

"Tidak ada yang bisa memberikannya kepada siapa pun dengan imbalan perdamaian ... atau untuk mengakhiri atau untuk mengakhiri permusuhan," kata juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid dalam sebuah pernyataan.

Isi dekrit yang dirilis Zabihullah Mujahid (Twitter @Zabehulah_M33)

Dekrit terbaru itu menyatakan aturan yang mengatur pernikahan dan hak milik bagi perempuan, serta sikap menentang pernikahan paksa.

Dalam perintah resminya yang pertama, Taliban juga mengatakan para janda harus diberikan bagian dari harta almarhum suaminya.

Pengadilan juga diminta untuk mempertimbangkan aturan-aturan itu ketika membuat keputusan.

Baca juga: Taliban Minta AS Cairkan Jutaan Dolar Aset Yang Dibekukan

Pejabat dari kementerian urusan agama dan informasi turut diminta oleh Taliban untuk mempromosikan hak-hak ini.

Arahan ini dikeluarkan pada saat kelompok militan itu menghadapi pengawasan dari masyarakat internasional.

Seorang wanita pengungsi Afghanistan membelai anaknya yang berusia 9 hari di dalam bangsal pediatrik fasilitas perawatan medis pada 2 Desember 2021 di Pangkalan Bersama McGuire-Dix-Lakehurst, New Jersey . Barbara (Davidson-Pool/Getty Images/AFP)

Muncul laporan pelanggaran berat hak asasi manusia, termasuk penutupan sekolah dan perguruan tinggi untuk perempuan, setelah pemerintahan yang didukung AS yang dipimpin oleh presiden Ashraf Ghani runtuh pada Agustus lalu.

Masalah lain yang dihadapi warga adalah konsekuensi dari ekonomi negara yang runtuh.

Menghadapi masalah utang dan krisis kelaparan yang parah, warga Afghanistan dilaporkan menjual anak perempuan mereka yang masih kecil dengan imbalan uang mahar.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini