"Jadi, saya membuat keputusan untuk datang, dan mencoba mendapatkan beberapa persediaan medis," jelas Naing.
Di sebuah desa, timnya melakukan tes usap melalui robekan kecil pada selembar plastik yang direntangkan di atas bingkai bambu.
Mereka yang dites positif, diberi parasetamol atau vitamin, satu-satunya obat yang tersedia.
Oksigen hasil sumbangan harus digunakan dengan hemat.
Ini lantaran pengisian ulang tabung dilakukan ke kota besar terdekat, yang mana harus melewati pos pemeriksaan militer di sepanjang jalan.
Setelah selesai shift jaga, Aye Naing akan melepas pakaian pelindung plastiknya dan mendisinfeksinya, bersama dengan maskernya untuk digunakan lagi esok hari.
Ratusan Nakes Ditangkap, Tak Menyurutkan Semangat Aye Naing
Junta militer memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan dan pasokan medis ke daerah-daerah yang ada milisi atau pasukan perlawanan, menurut laporan Human Rights Watch.
"Militer Burma memeriksa semua orang di gerbang mereka dan menangkap orang yang mereka temukan membawa obat-obatan," kata Hla Aung, perawat lain yang bekerja di klinik bersama Naing.
"Sepertinya kami mempertaruhkan hidup."
Baca juga: Prasasti Nama Nakes yang Gugur Karena Covid-19 Bakal Dipajang di JPO Kapal Pinisi Karet Sudirman
Baca juga: Update Longsor di Tambang Batu Giok, Tim SAR Myanmar Temukan Mayat Ketiga, Puluhan Masih Hilang
Dalam enam bulan setelah kudeta, 190 petugas kesehatan ditangkap dan 25 dibunuh, menurut laporan Insecurity Insight, Physicians for Human Rights, dan Johns Hopkins University.
Tapi Aye Naing mengatakan dia akan terus berjuang.
"Dukungan orang tua saya membuat saya kuat," katanya.
"Ayahku telah mengirim obat sebanyak yang dia bisa," tambahnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)