TRIBUNNEWS.COM - Ilmuwan NASA memperkirakan seberapa besar kekuatan gunung berapi yang meletus pada hari Sabtu (15/1/2022) di dekat negara pulau Tonga.
"Kami menemukan angka, setara dengan 10 megaton TNT," kata James Garvin, kepala ilmuwan di Pusat Penerbangan Luar Angkasa Goddard NASA, kepada NPR.
10 megaton TNT berarti daya ledaknya lebih dari 500 kali lebih kuat dari bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang pada akhir Perang Dunia II.
Letusan ini terdengar hingga Alaska dan mungkin merupakan salah satu peristiwa paling keras yang terjadi di Bumi dalam lebih dari satu abad, menurut Michael Poland, ahli geofisika dari US Geological Survey.
"Ini mungkin letusan paling keras sejak letusan gunung berapi Krakatau Indonesia pada tahun 1883," kata Poland.
Letusan besar abad ke-19 itu menewaskan ribuan orang dan melepaskan begitu banyak abu sehingga membuat sebagian besar wilayah itu menjadi gelap gulita.
Baca juga: Dampak Tsunami Tonga, Pejabat: Kabel Bawah Laut Tonga Butuh Setidaknya 4 Minggu untuk Diperbaiki
Baca juga: Ilmuwan: Letusan Gunung Berapi Bawah Laut Tonga Berpotensi Dinginkan Belahan Bumi Selatan
Dalam kasus peristiwa terbaru ini, Garvin mengatakan bahwa dia yakin yang terburuk mungkin sudah berakhir, setidaknya untuk saat ini.
Gunung berapi di balik letusan gunung api Tonga telah menjadi subjek studi tim NASA pada tahun-tahun sebelum peristiwa letusan ini.
Pulau-pulau yang membentuk Tonga terletak di sepanjang zona subduksi di mana satu bagian dari kerak bumi menukik ke bawah, menurut Garvin.
Pada akhir 2014 dan awal 2015, di sepanjang tepi kaldera itu, aktivitas vulkanik membentuk platform yang naik dari laut, menciptakan pulau baru.
Lapisan uap dan abu akhirnya menghubungkan pulau itu, yang dikenal sebagai Hunga Tonga-Hunga Ha'apai, dengan dua pulau yang jauh lebih tua di kedua sisinya.
"Hunga Tonga-Hunga Ha'apai sepenuhnya rusak akibat letusan hari Sabtu," kata Dan Slayback, seorang ilmuwan peneliti untuk Goddard NASA.
Slayback mengatakan letusan itu begitu besar bahkan tampaknya telah menelan potongan dari pulau-pulau tua di dekatnya.
Garvin mengatakan formasi pulau itu mungkin juga menjadi penyebab kehancurannya.