TRIBUNNEWS.COM - Wanita asli Amerika bernama Allison Fluke-Ekren ditangkap dan didakwa karena mengorganisir dan memimpin batalyon perempuan ISIS.
Allison Fluke-Ekren merupakan seorang ibu lima anak yang dulu tinggal di Kansas, AS.
Dilansir BBC, ia bergabung dengan kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan diduga melatih wanita serta anak-anak untuk menggunakan senjata.
Dia juga dicurigai merekrut agen-agen yang ditugaskan untuk melakukan serangan di perguruan tinggi di AS.
Kini Fluke-Ekren terancam 20 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Baca juga: Mengapa Turki Mencoba Tengahi Krisis Ukraina-Rusia? Simak Penjelasannya
Baca juga: Remaja Australia di Suriah Minta Tolong di Tengah Kontak Senjata Islamic State dan Tentara Kurdi
Pengaduan pidana tersebut diajukan pada tahun 2019, namun dirilis pada Sabtu (29/1/2022) setelah ia dipulangkan ke AS untuk menghadapi proses hukum.
Dalam dokumen itu, dikatakan bahwa pada 2016 sebuah batalyon ISIS yang beranggotakan wanita bernama Khatiba Nusaybah, didirikan di Ar-Raqqah, Suriah.
Ketika itu, Ar-Raqqah menjadi ibu kota de facto ISIS.
Batalyon itu dilaporkan terdiri dari wanita-wanita yang menikah dengan para pejuang ISIS.
Fluke-Ekren dicurigai menjadi pemimpin dan pengurus kelompok tersebut.
Fluke-Ekren diduga berperan dalam mengajarkan para wanita untuk membela diri melawan musuh ISIS.
Bahkan perempuan 42 tahun ini disebut telah berhasil melatih beberapa wanita ISIS menggunakan senapan AK-47, granat, dan sabuk bunuh diri.
Ia juga dituduh mengajar anak-anak untuk menggunakan senjata serbu.
Menurut pernyataan tertulis FBI, seorang saksi mengatakan bahwa salah satu putra Fluke-Ekren terlihat memegang senapan mesin.
Padahal waktu itu, masih berusia 5 atau 6 tahun.
Selain punya peran penting dalam ISIS, Fluke-Ekren juga dituding merencanakan serta merekrut jihadis untuk melakukan serangan di kampus-kampus AS.
Warga Amerika ini disebut memberi tahu seorang saksi soal keinginannya untuk melancarkan serangan di pusat perbelanjaan menggunakan bom.
Ia juga dilaporkan menyebut serangan akan sia-sia jika tidak membunuh banyak orang.
Menurut laporan New York Post, suami pertama Fluke-Ekren terbunuh di Suriah pada 2016 ketika melakukan serangan terorisme, jelas jaksa Departemen Kehakiman AS.
Fluke-Ekren lalu menikah dengan seorang anggota ISIS Bangladesh yang juga tewas.
Lalu menikah untuk ketiga kalinya dengan seorang pemimpin ISIS terkemuka yang gagal mempertahankan Ar-Raqqah pada 2017.
Baca juga: Soal Terorisme di Pesantren, Ketua Komisi VIII: BNPT Terburu-buru Ekspose, Harus Kedepankan Dialog
Baca juga: Soal Keterlibatan Terhadap ISIS, Munarman Jengkel dengan Eks Laskar FPI Makassar dalam Sidang
Pada tahun 2018, Fluke-Ekren memberi tahu seorang kontak di Suriah untuk mengirim pesan ke keluarganya di Amerika bahwa ia telah meninggal.
"Sehingga pemerintah AS tidak akan berusaha menemukannya," tulis Jaksa AS Jessica Aber dalam surat pernyataan pengadilan yang diajukan pada Jumat.
Lebih lanjut, Aber menuduh bahwa salah satu dari enam saksi mendengar Fluke-Ekren menyatakan bahwa ia tidak ingin kembali ke Amerika Serikat dan ingin mati di Suriah sebagai martir.
Fluke-Ekren akan muncul di pengadilan federal di Alexandria pada Senin.
Dia didakwa dengan kejahatan memberikan dukungan material atau sumber daya kepada organisasi teroris asing dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)