Anggota NATO diisi negara-negara sekutu Amerika seperti Inggris.
Konflik Rusia dan Ukraina 2014
Konflik Rusia dan Ukraina sebenarnya telah terjadi sejak 2014.
Saat itu, Ukraina menggulingkan presiden yang pro-Rusia yakni Viktor Yanukovych.
Pelengseran Yanukovych menyebabkan konflik dalam pemerintahan Ukraina yang terbagi menjadi dua golongan yaitu pendukung Uni Eropa dan pendukung Rusia.
Putin pun menggunakan kekosongan kekuasaan untuk mencaplok Krimea dan mendukung pemberontakan dari golongan separatis atau pendukung Rusia di provinsi tenggara Donetsk dan Luhansk.
Baca juga: Militer Rusia Memulai Petualangannya, Ukraina Teriak Minta Pertolongan Dunia Internasional
Baca juga: Ukraina Sebut 50 Pasukan Rusia Tewas dan Enam Pesawat Tempur Hancur
Campur tangan Rusia atas permasalahan Ukraina didasarkan pada kepentingan politik dan ekonomi.
Letak geopolitik Krimea yang strategis ingin dimanfaatkan Rusia untuk memperkuat pengaruh di kawasan Eropa Timur dan Timur Tengah.
Konflik Rusia dan Ukraina tersebut berubah menjadi perang terpanas di Eropa, serta telah menewaskan lebih dari 13.000 orang dan jutaan orang mengungsi.
Saat konflik Rusia dan Ukraina tahun 2014, militer Ukraina kekurangan perlengkapan dan demoralisasi, sementara pemberontak memiliki "konsultan" dan persenjataan Rusia.
Namun pada konflik Rusia dan Ukraina saat ini, Ukraina jauh lebih kuat secara militer dan ribuan sukarelawan yang membantu mengusir separatis siap untuk melakukannya lagi.
Ukraina membeli atau menerima persenjataan canggih dari Barat dan Turki, termasuk rudal Javelin yang terbukti mematikan bagi tank separatis.
Serta drone Bayraktar yang memainkan peran penting dalam perang tahun lalu antara Azerbaijan dan Armenia.
Sementara itu, Ukraina telah mendorong pembangunan domestik dan produksi senjata beberapa di antaranya sama efektifnya dengan persenjataan Barat.
Baca juga artikel lain terkait Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.com/Ica/Hasanudin Aco)