TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki menanggapi keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin menempatkan pasukan penangkal strategis Rusia, termasuk pasukan nuklir strategis, dalam siaga penuh.
Jen Psaki menyatakan manuver Putin adalah bagian dari pola Kremlin yang lebih luas, dengan cara melakukan eskalasi tak beralasan dan menciptakan ancaman yang dibuat-buat.
"Ini benar-benar pola yang kita lihat dari Presiden Putin selama konflik ini, yaitu menciptakan ancaman tidak nyata untuk membenarkan agresinya dan komunitas global serta rakyat Amerika harus melihatnya melalui prisma itu," kata Psaki kepada George Stephanopoulos dari ABC di "This Week", Minggu (27/2/2022).
Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina: Putin Mulai Siapkan Senjata Nuklir, Buntut Pernyataan Penjabat NATO
Psaki menambahkan Amerika Serikat siap menghadapi pola yang sedang dilakukan Kremlin.
"Ini semua adalah pola dari Presiden Putin dan kita akan tegak menghadapinya. Kita memiliki kemampuan untuk membela diri tetapi kita juga perlu mengungkapkan apa yang kami lihat di sini tentang Presiden Putin."
Ketika ditanya tentang bantuan atau sanksi militer lebih lanjut, Psaki mengatakan Amerika Serikat siap mengirim lebih banyak bantuan kemanusiaan, ekonomi dan pertahanan militer.
"Saya ingin memberi catatan, sanksi yang kita umumkan kemarin membuat Rusia setara dengan Iran, memutuskan mereka dari sistem perbankan dan komunitas global," kata Psaki.
Ditekankan apakah Amerika Serikat akan mengambil tindakan lebih cepat terhadap sektor energi Rusia, Psaki mengatakan semuanya "ada di atas meja," dan menambahkan Pemerintah AS percaya konflik saat ini menggambarkan bahwa AS harus meningkatkan pasokan energi domestiknya dan melakukan diversifikasi minyak dan gas di luar negeri.
Psaki menambahkan AS tetap berhubungan dekat dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan memuji dia atas kepemimpinannya selama beberapa hari pertama perang saat ini.
"Dia berdiri dengan berani melawan invasi Presiden Putin dan kepemimpinan Rusia," kata Psaki.
"Kita akan tetap berhubungan dekat dengannya."
Perintah Putin
Sebelumnya diberitakan, dalam eskalasi dramatis ketegangan Timur-Barat atas invasi Rusia ke Ukraina, Presiden Vladimir Putin memerintahkan untuk membuat pasukan penangkal strategis Rusia ke tugas tempur khusus dan bersiaga penuh.
"Negara-negara barat tidak hanya mengambil tindakan tidak bersahabat terhadap negara kita di bidang ekonomi, maksud saya berupa sanksi yang tidak sah dan sangat disadari semua orang, tetapi pejabat tertinggi negara-negara NATO juga membuat pernyataan agresif terhadap negara kita," tambah Putin, saat memanggil Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Valery Gerasimov, seperti dilansir RIA Novosti, Minggu, (27/2/2022).
Seperti yang tertulis dalam direktori di situs web Kementerian Pertahanan, pasukan penangkal strategis dirancang untuk mencegah agresi terhadap Rusia dan sekutunya, serta untuk mengalahkan agresor, termasuk dalam perang dengan penggunaan senjata nuklir.
Perintah itu berarti Putin memerintahkan agar senjata nuklir Rusia disiapkan agar sewaktu-waktu bisa diluncurkan.
Itu artinya meningkatkan ancaman dan ketegangan bahwa konflik dapat berubah menjadi perang nuklir.
Langkah yang bisa membawa dunia ke jurang perang nuklir itu terjadi ketika pertempuran jalanan pecah di kota terbesar kedua di Ukraina, Khirkiv, saat pasukan Rusia merangsek pelabuhan-pelabuhan strategis di Ukraina Selatan.
Menhan Prancis Singgung Nuklir
Sebelumnya, Menteri Pertahanan (Menhan) Prancis, Florence Parly dalam siaran radio pada Jumat waktu setempat mengatakan bahwa tidak ada satupun negara Eropa, begitu pula Amerika Serikat (AS), yang menginginkan terjadinya bentrokan militer secara langsung dengan Rusia.
Hal itu karena Federasi Rusia memiliki kekuatan persenjataan nuklir.
"Kami tidak menyatakan perang terhadap Rusia. Saya tidak berpikir negara Eropa atau AS ingin berperang dengan Rusia. Tujuan kami adalah untuk mencapai gencatan senjata," kata Parly.
Dikutip dari laman TASS, Jumat (25/2/2022), ia mencatat bahwa Rusia memiliki kekuatan nuklir dan NATO juga memiliki senjata semacam itu.
"Apakah anda ingin perang nuklir? Apakah Prancis bermaksud mengirim militer untuk membela Ukraina?" tanya Parly kepada penyiar radio yang berulang kali mengajukan pertanyaan yang sama.
Parly kemudian menekankan bahwa senjata nuklir sejatinya tidak boleh digunakan dalam kondisi apapun.
"Senjata nuklir adalah senjata pencegahan, yang tidak boleh digunakan," tegas Parly.
Ia kemudian menjelaskan bahwa prioritas Prancis dan NATO adalah untuk memastikan keamanan negara-negara anggota, terutama di sisi timur dan Ukraina bukan bagian dari aliansi'.
Pada saat yang sama, dirinya mengungkapkan bahwa Prancis telah membantu Ukraina 'untuk sementara waktu', tanpa memberikan rincian apapun soal bantuan dimaksud.
"Kami tidak mengirimkan peralatan militer seperti bantuan kemanusiaan. Ada aturan yang sangat ketat untuk kargo semacam itu dan kami mematuhi aturan ini. Namun kami menyadari bahwa situasinya sangat serius," papar Parly.
Ia menambahkan bahwa Prancis secara cermat memeriksa permintaan baru dari Otoritas Ukraina dan itu akan memberikan respons yang 'sangat cepat'.
Sumber: CNN/Associated Press/Kompas.TV