News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Dalam Sepekan 1 Juta Warga Ukraina Mengungsi, Disebut Sebagai Pengungsi Terbesar Abad Ke-21

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pengungsi dari Ukraina berkumpul untuk naik bus dari perbatasan di Medyka ke Przemysl, Polandia timur pada 28 Februari 2022.

TRIBUNNEWS.COM, UKRAINA - Badan Pengungsi PBB UNHCR mengatakan lebih dari satu juta orang sudah meninggalkan Ukraina sejak Rusia melakukan invasi sepekan lalu, jumlah pengungsian terbesar sejauh ini di abad ke-21.

Angka yang dikeluarkan badan PBB tersebut berarti lebih dari 2 persen warga Ukraina sudah meninggalkan rumah mereka dalam tujuh hari terakhir.

Menurut perkiraan Bank Dunia di akhir tahun 2020, populasi Ukraina keseluruhan adalah 44 juta orang.

Diperkirakan oleh UNHCR, secara keseluruhan nantinya akan ada sekitar 4 juta orang akan meninggalkan Ukraina namun mengatakan angka tersebut bisa lebih saja lebih tinggi lagi.

"Data kami menunjukkan bahwa angka 1 juta sudah dilewati pas tengah malam di Eropa Tengah, berdasarkan penghitungan yang dilakukan beberapa negara," kata juru bicara UNHCR Joung-ah Ghedini-Williams lewat email.

Baca juga: Tak Kunjung Bisa Kuasai Ukraina, Pakar Militer AS Khawatir Putin Nekat Keluarkan Senjata Andalan

Sementara itu di Twitter, Komisioner UNHCR Filippo Grandi menulis: "Dalam waktu hanya tujuh hari kita sudah melihat pergerakan satu juta pengungsi dari Ukraina ke negara-negara tetangga."

Filipo Grandi sudah menyerukan 'agar bunyi senjata dihentikan" di Ukraina sehingga bantuan kemanusiaan akan bisa mencapai jutaan warga yang masih berada di sana.

Krisis pengungsian terbesar abad ini

Pernyataan bahwa ini adalah krisis pengungsian terbesar sejauh ini di abad ke-21 menunjukkan kekhawatiran yang diperlihatkan oleh badan PBB seperti UNHCR dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menurut angka UNHCR, Suriah di mana perang saudara mulai terjadi di tahun 2011 masih menjadi negara yang memiliki jumlah pengungsian terbesar sampai sekarang, dengan sekitar 5,6 juta orang.

Namun waktu itu di awal-awal konflik jumlah pengungsian tidaklah sebesar seperti yang terjadi di Ukraina, di mana di awal tahun 2013 diperlukan waktu sekitar tiga bulan guna mencapai angka satu juta pengungsi yang keluar dari negara tersebut.

Dua tahun kemudian di tahun 2015, ratusan ribu warga Suriah dan pengungsi lainnya yang ketika itu sudah berada di Turki kemudian melarikan diri ke Eropa, sehingga menimbulkan masalah di Uni Eropa yang kemudian membuat beberapa kebijakan baru berkenaan dengan perbatasan antar negara.

China Tidak Akan Ikut Menerapkan Sanksi

Sementara itu China mengatakan bahwa Beijing tidak akan mengikuti langkah Amerika Serikat dan negara-negara Eropa guna menerapkan sanksi keuangan terhadap Rusia.

Kepala Komisi Regulator Perbankan dan Asuransi China Guo Shuqing mengatakan sanksi tidak akan memberikan dampak yang bagus bagi perekonomian dunia.

China adalah pembeli minyak dan gas terbesar dari Rusia dan mendapat kritikan dunia internasional karena tidak mengeluarkan kecaman tajam terhadap invasi Rusia ke Ukraina.

"Kami tidak akan mengikuti sanksi, dan kami tetap akan melakukan hubungan ekonomi, perdagangan dan keuangan yang normal dengan semua pihak yang relevan," kata Guo dalam jumpa pers di Beijing.

"Kami tidak menyetujui sanksi keuangan."

China sebelumnya menolak menyebut tindakan Rusia ke Ukraina sebagai 'invasi' dan menyerukan semua pihak untuk menahan diri.

Minggu lalu juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan China 'memantau dengan saksama situasi terakhir" dan menyerukan "semua pihak harus berusaha menahan diri."

Dia kemudian agak kesal ketika wartawan menyebut tindakan Rusia sebagai invasi ketika serangan dimulai pekan lalu.

"Ini adalah mungkin perbedaan antara China dan anda pihak Barat. Kami tidak mau tergesa-gesa mengambil kesimpulan," katanya.

Dia menambahkan bahwa 'masalah Ukraina' adalah masalah yang kompleks dan menambahkan bahwa China akan melakukan perdagangan normal baik dengan Ukraina dan Rusia.

Rusia menyerang Ukraina beberapa minggu setelah Presiden Rusia Vladimir bertemu Presiden China Xi Jinping sebelum dimulainya Olimpiade Musim Dingin di Beijing.

Majelis Umum PBB keluarkan resolusi soal Ukraina

Sementara itu Majelis Umum PBB dengan suara mayoritas meloloskan resolusi mengecam Rusia atas invasi ke Ukraina.

Resolusi berjudul "Agresi Terhadap Ukraina' tersebut menuntut segera digantikannya serangan dan penarikan seluruh pasukan Rusia.

Resolusi ini didukung oleh 141 negara dari 193 negara anggota majelis umum, dengan lima negara menolak resolusi dan 35 negara tidak memberikan suara (abstain).

Lolosnya resolusi disambut gempita oleh negara-negara yang mendukung, dengan suara Presiden Majelis Umum Abdulla Shahid hampir tidak terdengar ketika membacakan resolusi di tengah sambutan meriah dalam ruang sidang di New York tersebut.

Sumber; ABC Indonesia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini