TRIBUNNEWS.COM - Gencatan senjata yang sebelumnya disepakati Rusia dan Ukraina tak sepenuhnya berjalan mulus.
Upaya untuk mengevakuasi warga sipil ke tempat lebih aman dari perang itu menemui kendala di hari pertama Sabtu (5/3/2022).
Di hari kedua gencatan senjata, upaya penyelamatan warga kembali terhalang serangan tentara Rusia.
Warga sipil di Irpin, tak jauh dari Kiev, Ukraina, terekam berjibaku keluar dari perkampungan di tengah kericuhan pada Minggu (6/3/2022).
Dalam video yang dirilis BBC, tampak juga sejumlah tentara Ukraina membantu para lansia dan anak-anak untuk segera meninggalkan tempat.
Baca juga: Putin Bisa Akhiri Perang Rusia Ukraina, Tapi?
Diberitakan, warga sipil yang melarikan diri dari kota Irpin, barat laut Kiev, untuk menghindari pemboman Rusia.
Tiga orang telah tewas oleh peluru mortir Rusia yang menargetkan jembatan yang digunakan penduduk untuk melarikan diri.
The New York Times melaporkan bahwa tiga anggota keluarga yang sama terbunuh.
Surat kabar itu mengatakan bahwa kelompok-kelompok kecil berlari melintasi bagian jalan yang terbuka, dan dibantu oleh tentara Ukraina untuk mencapai perlindungan.
Gencatan Senjata Hari Kedua
Setelah rencana gencatan senjata untuk evakuasi warga sipil dari Mariupol pada hari Sabtu gagal, upaya kedua telah diumumkan.
Dewan kota Mariupol mengatakan gencatan senjata akan diamati antara pukul 10.00 pagi hingga 21.00 malam waktu setempat hari ini, Minggu (6/3/2022).
Evakuasi warga sipil ditunda kemarin, Sabtu (5/3/2022) karena pasukan Rusia yang mengepung kota itu tidak menghormati gencatan senjata yang disepakati.
Dalam sebuah pernyataan, dewan kota telah meminta penduduk untuk kembali ke tempat penampungan di kota dan menunggu informasi lebih lanjut tentang evakuasi.
Dalam siaran televisi, penasihat Presiden Ukraina Oleksiy Arestovych mengatakan Rusia tidak menghormati gencatan senjata yang disepakati di beberapa daerah, untuk memungkinkan warga sipil mengungsi.
Seorang pejabat senior dari Doctors Without Borders (MSF) menyebut, situasi kemanusiaan di Mariupol sangat memprihatinkan.
Baca juga: Mariupol Terkepung Tanpa Listrik atau Air, Ukraina Tuduh Rusia Blokir Koridor Kemanusiaan
Ia pun menyerukan pada Sabtu (5/3/2022) kemarin, agar masyarakat bisa segera dievakuasi.
Terlebih, setelah kota yang terletak di dekat perbatasan Rusia ini telah dikepung oleh pasukan Rusia.
Bahkan, gencatan senjata pada hari Sabtu untuk mengizinkan warga sipil pergi melarikan diri, gagal terwujud.
"Sangat penting adanya koridor kemanusiaan yang bisa dibuat, sayangnya belum benar-benar diberlakukan setelah Rusia tidak melakukan gencatan senjata."
"Padahal itu koridor itu memungkinkan penduduk sipil, perempuan dan anak-anak, untuk mendapatkan keluar dari kota ini," ujar Koordinator darurat MSF di Ukraina, Laurent Ligozat, dikutip dari StraitsTimes.
Situasi Kota Memburuk Tanpa Air dan Listrik
Lizogat menuturkan, situasi di Kota Mariupol semakin hari bisa semakin memburuk.
Hal itu lantaran kota tersebut strategis dan pelabuhan laut Azoz yang berada di sana dianggap sebagai salah satu kunci untuk direbut Rusia.
Bahkan, kota tersebut digempur habis-habisan hingga kekurangan air dan listrik.
"Hari Sabtu ini, tidak ada lagi air dan orang memiliki masalah besar dalam mengakses air minum dan ini menjadi masalah penting," kata Ligozat.
"Tidak ada listrik lagi, tidak ada pemanas. Makanan habis, toko-toko kosong"
"Selama beberapa hari tidak ada yang masuk atau keluar kota," jelasnya.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia mengumumkan gencatan senjata untuk membuka koridor kemanusiaan yang memungkinkan 450.000 penduduk Kota Mariupol mulai pergi dengan bus dan mobil pribadi.
Namun, pejabat Ukraina kemudian menyerukan penundaan evakuasi.
Hal itu lantaran Rusia ingkar janji dan justru terus menembaki kota itu dan sekitarnya.
Rusia kemudian mengumumkan adanya tindakan ofensif yang terus dilanjutkan dan kedua pihak saling menyalahkan atas kegagalan gencatan senjata.
Wali Kota Mariupol Membenarkan Situasi Mengerikan di Wilayahnya
Sementara, Wali Kota Mariupol membenarkan situasi yang mengerikan terjadi di wilayahnya.
Ia mengungkapkan tidak ada listrik atau air, bahkan tidak ada cara untuk mengumpulkan orang mati.
Wali Kota Mariupol, Vadym Boichenko menjelaskan gambaran suram kehidupan di kota itu.
"Situasinya sangat rumit," kata Boichenko dalam sebuah wawancara di saluran YouTube, Sabtu, dilansir CNN.
Baca juga: Selamatkan Warganya dari Invasi Rusia, Otoritas Kota Mariupol Ukraina Mulai Lakukan Evakuasi
"Tentara Rusia telah memasang blokade di koridor kemanusiaan. Kami memiliki banyak masalah yang diciptakan oleh semua orang Rusia."
Boichenko mengatakan, kota yang berpenduduk hampir 400.000 jiwa ini, telah mati listrik selama lima hari.
"Semua gardu termal kami mengandalkan satu daya ini, jadi kami tidak memiliki panas," katanya.
Boichenko juga mengatakan, tidak ada jaringan seluler, dan sejak serangan di Mariupol, mereka kehilangan persediaan air cadangan kami.
"Jadi kami benar-benar tanpa air sekarang. (Tentara Rusia) sedang bekerja untuk mengepung kota dan membuat blokade," katanya.
"Mereka ingin memisahkan kita dari koridor kemanusiaan, menutup pengiriman barang-barang penting, pasokan medis, bahkan makanan bayi. Tujuan mereka adalah mencekik kota dan menempatkannya di bawah tekanan yang tak tertahankan," ujarnya.
Boichenko mengatakan, warga yang terluka dan meninggal dunia selama lima hari terakhir ini berjumlah belasan dan pada hari kedelapan invasi, ada ratusan.
"Sekarang, kita sudah berbicara tentang ribuan. Angka-angka ini hanya akan bertambah buruk," kata Boichenko.
"Tapi ini adalah hari keenam serangan udara berturut-turut dan kami tidak bisa keluar untuk menemukan korban tewas."
"Mereka mengatakan ingin menyelamatkan orang Ukraina dari pembunuhan, tetapi merekalah yang melakukan pembunuhan itu," kata Boichenko.
"Dengar, dokter pemberani kita telah menyelamatkan nyawa di sini sekarang selama 10 hari berturut-turut. Mereka tinggal dan tidur di rumah sakit kita bersama keluarga mereka," ucapnya.(Guardian/Straits Times/CNN)
(Tribunnews.com/Chrysnha/Srihandriatmo Malau)