TRIBUNNEWS.COM - Setidaknya 1.700 mahasiswa asing terjebak selama tiga hari di timur laut kota Sumy, Ukraina ketika adanya serangan lanjutan dari pasukan Rusia pada hari kesepuluh kemarin, Sabtu (5/3/2022) setelah koridor kemanusian gagal untuk diwujudkan.
Dikutip dari Aljazeera, seorang mahasiswa kedokteran asal India berumur 25 tahun, Shivangi Shibu, terbangun di asrama universitas saat subuh pada Sabtu karena suara ledakan yang sangat keras.
“Jika saya mendeskripsikan hari ini, saya akan mengatakan memulai hari dengan suara misil atau bom pada pukul 5 pagi, kemudian kita mendengarkan pertarungan di jalanan serta adanya tembakan.”
“Kita semua berlari menuju sebuah bunker karena panik, lalu suara bom terdengar kembali pada pukul 10 pagi,” jelas Shivangi.
Sejauh ini, kata Shivangi, para mahasiswa bergantung pada persediaan makanan di asrama universitas serta pihak kampus.
Baca juga: VIDEO Detik-detik Helikopter Rusia Hancur Disengat Rudal Pertahanan Ukraina
Baca juga: Perubahan Peta Geopolitik Global: Berapa Lama Perang Rusia Vs Ukraina Akan Bergantung pada 3 Hal Ini
Hanya saja untuk penyaluran pasokan air ke Sumy telah dihentikan selama tiga hari dan memaksa para mahasiswa untuk menggunakan salju yang mencair untuk kebutuhan minum dan memasak.
Sebagai informasi, kota Sumy berada sekitar 48 kilometer dari perbatasan dengan Rusia di mana juga menjadi kota pertama yang diserang oleh pasukan Rusia pada 24 Februari 2022 lalu.
Cerita lain diperoleh dari mahasiswa kedokteran asal Nigeria berusia 21 tahun, Precius Ogunbayo.
Ia mengatakan para mahasiswa hanya ingin untuk pergi dari Ukraina dan kembali ke masing-masing negara asal.
“Kita semua sangat depresi dan hanya ingi pulang ke rumah. Kita selalu meminta pertolongan tetapi hasilnya nihil,” ujarnya.
Setidaknya, 400 mahasiswa asal Nigeria berada di Sumy pada saat ini.
Sementara sisanya berasal dari Ghana, Rwanda, Turkmenistan, Yordania, dan Palestina.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari Kesebelas, Ini Peristiwa yang Terjadi
Seperti lainnya, Ogunbayo mencoba untuk meninggalkan kota tetapi supir taksi atau bus mematok tarif hingga 400 dolar AS atau sekira Rp 5 juta per orang ketika mereka sedang tidak memiliki penumpang.
Pengakuan juga dikatakan oleh seseorang yang bekerja di Universitas Negeri Sumy sekaligus koordinator mahasiswa asing, Tatyana Mayboroda.