News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

PBB: Perang di Ukraina Dapat Picu Kenaikan Harga Pangan Global hingga 20 Persen

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Siti Nurjannah Wulandari
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panen gandum di Rusia. - Dampak konflik di Ukraina, harga pangan global dapat naik hingga 20 persen.

TRIBUNNEWS.COM - Badan pangan PBB mengatakan, harga pangan dan pakan internasional dapat naik antara 8 persen hingga 20 persen sebagai dampak dari konflik di Ukraina, Jumat (11/3/2022).

Adapun kenaikan harga pangan dapat memicu lonjakan kekurangan gizi global.

Dalam penilaian awal invasi Rusia ke Ukraina, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) mengatakan tidak jelas apakah Ukraina akan dapat memanen tanaman selama konflik yang berkepanjangan.

Sementara itu, ketidakpastian juga menyelimuti ekspor makanan Rusia.

Mengutip CNA, FAO mengatakan Rusia adalah pengekspor gandum terbesar di dunia, sementara Ukraina adalah yang terbesar kelima.

Bersama-sama, mereka menyediakan 19 persen pasokan jelai dunia, 14 persen gandum, dan 4 persen jagung, yang merupakan lebih dari sepertiga ekspor sereal global.

Baca juga: PBB Mengklaim Punya Bukti Rusia Pakai Senjata Terlarang untuk Serang Pemukiman Ukraina

Baca juga: Ukraina Klaim Dibantu Sukarelawan Perang Barat, Rusia Izinkan Sukarelawan Perang dari Timur Tengah

Rusia juga merupakan pemimpin dunia dalam ekspor pupuk.

"Kemungkinan gangguan terhadap kegiatan pertanian dari dua eksportir utama komoditas pokok ini dapat secara serius meningkatkan kerawanan pangan secara global," kata Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu dalam sebuah pernyataan.

Indeks harga pangan tubuh mencapai rekor tertinggi pada Februari, dan tampaknya pasti akan naik lebih jauh lagi di bulan-bulan mendatang sebagai konsekuensi dari konflik yang bergema di seluruh dunia.

Antara 20 persen dan 30 persen ladang yang digunakan untuk menanam sereal musim dingin, jagung, dan bunga matahari di Ukraina tidak akan ditanami atau akan tetap tidak dipanen selama musim 2022/23, kata FAO.

Badan pangan tersebut menambahkan bahwa ekspor Rusia mungkin terganggu oleh sanksi internasional.

FAO mengatakan 50 negara, termasuk banyak negara kurang berkembang, bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk 30 persen atau lebih pasokan gandum mereka, membuat mereka sangat rentan.

"Jumlah global orang yang kekurangan gizi dapat meningkat 8 hingga 13 juta orang pada 2022/23," kata FAO, seraya menambahkan bahwa kenaikan paling menonjol akan terlihat di kawasan Asia-Pasifik diikuti oleh Afrika sub-Sahara.

Sukarelawan Timur Tengah Ikut Perang di Ukraina

Presiden Rusia, Vladimir Putin pada Jumat (11/3/2022) telah memberi lampu hijau untuk mendatangkan ribuan pejuang dari Timur Tengah untuk berperang melawan Ukraina.

Pada pertemuan Dewan Keamanan Rusia, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu mengatakan ada sebanyak 16.000 sukarelawan di Timur Tengah.

Sukarelawan Timur Tengah siap datang untuk berperang dengan pasukan dukungan Rusia di wilayah Donbass yang memisahkan diri di Ukraina timur.

"Jika Anda mengetahui bahwa ada orang-orang yang ingin atas kemauan mereka sendiri, bukan karena uang, untuk datang membantu orang-orang yang tinggal di Donbass, maka kita perlu memberi mereka apa yang mereka inginkan dan membantu mereka sampai ke zona konflik," kata Putin, seperti dikutip dari CNA.

Shoigu juga mengusulkan agar rudal Javelin dan Stinger buatan Barat yang ditangkap tentara Rusia di Ukraina harus diserahkan kepada pasukan Donbass.

Baca juga: Update Peta Invasi Rusia ke Ukraina: Kemajuan Pesat Pasukan Putin di Selatan

Baca juga: Upaya Rusia Dekati Afrika Berbuah Dukungan Politik

“Mengenai pengiriman senjata, terutama senjata buatan Barat yang jatuh ke tangan tentara Rusia, tentu saja saya mendukung kemungkinan memberikannya kepada unit militer republik rakyat Lugansk dan Donetsk,” kata Putin.

"Tolong lakukan ini," katanya kepada Shoigu.

Sebagai informasi, Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari segera setelah Putin mengakui wilayah yang memisahkan diri yakni Lugansk dan Donetsk sebagai negara merdeka.

Tindakan Putin tersebut menerima kecaman secara internasional.

Sementara itu, Rusia mengatakan "operasi militer khusus" di Ukraina adalah tanggapan paksa terhadap apa yang disebutnya genosida oleh Ukraina terhadap penutur bahasa Rusia di timur negara itu, sebuah dalih yang ditolak oleh Kyiv dan Barat sebagai propaganda perang tak berdasar.

Shoigu mengatakan militer Rusia berencana untuk memperkuat perbatasan Baratnya setelah apa yang dia katakan adalah peningkatan unit militer Barat di perbatasan Rusia.

(Tribunnews.com/Yurika)

Konflik Rusia Vs Ukraina lainnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini