TRIBUNNEWS.COM - Hakim Mahkamah Agung Brasil sempat memerintahkan penutupan aplikasi perpesanan Telegram di negara tersebut, Jumat (18/3/2022) karena dianggap mengabaikan perintah peradilan.
Namun larangan itu dicabut pada Minggu (20/3/2022) malam setelah pihak Telegram memberikan penjelasan.
Dikutip dari New York Times, kepala eksekutif Telegram menyebut pihaknya beralasan melewatkan email pengadilan.
"Saya meminta maaf kepada Mahkamah Agung Brasil atas kelalaian kami," kata eksekutif Telegram, Pavel Durov.
Baca juga: Lupakan WhatsApp, Telegram Jadi Andalan Warga Ukraina Untuk Berkirim Informasi di Tengah Invasi
Telegram bekerja cepat selama akhir pekan untuk mematuhi perintah pengadilan, termasuk dengan menghapus informasi rahasia yang dibagikan oleh akun Presiden Brasil, Jair Bolsonaro dan menghapus akun pendukung terkemuka Bolsonaro yang dituduh menyebarkan informasi .
Tindakan itu pun dinilai memuaskan pengadilan yang berujung dengan dicabutnya pelarangan terhadap Telegram.
"Aplikasi ini selalu bersedia bekerja sama dengan pihak berwenang. Yang terjadi adalah kesalahpahaman tentang komunikasi,” kata Alan Thomaz, pengacara Telegram di Brasil, yang ditunjuk pada hari Minggu sebagai bagian dari tanggapan Telegram ke pengadilan.
Baca juga: Penipuan Investasi Lewat Telegram Marak, OJK Hentikan 21 Entitas Ilegal
Sebelumnya, keputusan yang terbit pada Jumat (18/3/2022) lalu, Hakim Alexandre de Moraes memerintahkan aplikasi tersebut segera diblokir di seluruh negara Amerika Selatan.
Dilansir oleh Al Jazeera, Telegram dinilai gagal mematuhi perintah dari otoritas Brasil untuk menghapus pesan yang ditemukan mengandung disinformasi.
Telegram diketahui juga menjadi salah satu kanal komunikasi favorit Presiden Jair Bolsonaro menjelang pencalonan kembali di pemilihan akhir tahun ini.
Bolsonaro memiliki lebih dari 1 juta pengikut di platform.
"Telegram tidak menghormati hukum Brasil dan kegagalan berulang untuk mematuhi keputusan pengadilan yang tak terhitung jumlahnya ... benar-benar tidak sesuai dengan aturan hukum," tulis Moraes dalam keputusannya.
Baca juga: Dianggap Jadi Sarang Kebencian, Jerman Beri Telegram Peringatan Keras
Hakim mengatakan Telegram berulang kali menolak untuk mematuhi putusan dan permintaan dari polisi, Pengadilan Tinggi Pemilihan dan Mahkamah Agung itu sendiri.
Itu termasuk penyelidikan yang diperintahkan Mahkamah Agung atas tuduhan pemerintahan Bolsonaro telah menggunakan saluran komunikasi resmi untuk menyebarkan disinformasi, katanya.