News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Putin Ingin Gas Alam Rusia Dibayar Pakai Rubel, Harga Gas Terkerek, Kanselir Jerman Menolak

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Rusia Vladimir Putin menyapa penonton saat menghadiri konser yang menandai ulang tahun kedelapan pencaplokan Krimea oleh Rusia di stadion Luzhniki di Moskow. (18 Maret 2022). (Alexander VILF/POOL/ AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, BERLIN - Kanselir Jerman Olaf Scholz menolak permintaan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk membayar gas Rusia dalam bentuk mata uang negara itu, yakni rubel.

Ia mengatakan sebagian besar perjanjian menyediakan pembayaran dalam bentuk euro maupun dolar Amerika Serikat (AS).

"Kami telah melihat hal ini untuk mencoba mendapatkan gambaran umum. Apa yang telah kami pelajari sejauh ini adalah bahwa ada kontrak tetap di mana-mana, yang mencakup mata uang di mana pembayaran itu dilakukan. Dan sebagian besar itu ya menyebut dalam mata uang euro atau dolar," kata Scholz setelah KTT G7.

Baca juga: Ini Solusi yang Ditawarkan Presiden AS Jika Indonesia Tetap Undang Vladimir Putin di KTT G20 Bali

Dikutip dari laman Ukrinform, Jumat (25/3/2022), Scholz juga menekankan bahwa G7 setuju untuk 'menahan sanksi terhadap Rusia selama diperlukan dan untuk memantau efektivitasnya'.

"Kami akan bereaksi dengan sanksi lebih lanjut jika ini memang diperlukan," tega Scholz.

Sebelumnya, perusahaan minyak dan gas Polandia PGNiG menyatakan bahwa mereka tidak bermaksud membayar gas Rusia dalam rubel, karena itu tidak tertulis pada kontrak saat ini dengan Gazprom.

Harga Gas Eropa Langsung Melonjak 21 Persen

Patokan harga gas Eropa sempat melonak 21 persen menjadi 119 euro per megawatt/jam, tertinggi dalam seminggu di ICE Endex in Amsterdam setelah Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia akan mulai menuntut pembayaran dalam mata uang rubel dari negara pembeli yang “tidak ramah” kepda Rusia, seperti dilansir Bloomberg, Rabu (23/3/2022)

Rusia sebelumnya menyebut AS, Inggris, dan anggota Uni Eropa sebagai negara yang tidak bersahabat.

Berita itu muncul tepat ketika Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya hari Kamis, (24/3/2022) diperkirakan akan mengumumkan sanksi baru kepada Rusia yang bertujuan untuk "meningkatkan keamanan energi Eropa dan mengurangi ketergantungan Eropa pada gas Rusia". Namun, Putin mengatakan Rusia akan terus mengirimkan pasokan.

Uni Eropa dan AS sedang mengerjakan kesepakatan yang bertujuan untuk memastikan pasokan gas alam cair dan hidrogen Amerika ke negara-negara anggota UE saat blok tersebut berupaya mengakhiri ketergantungannya pada energi Rusia.

Sementara itu, Kanselir jerman Olaf Scholz hari Rabu, (23/3/2022) di depan parlemen Jerman Bundestag mengatakan, Eropa akan mengakhiri ketergantungan energinya pada Rusia tetapi melakukannya dalam satu malam akan menjerumuskan Eropa ke dalam resesi, mempertaruhkan ratusan ribu pekerjaan dan seluruh sektor industri, seperti dilaporkan Straits Times, Rabu, (23/3/2022)

Balas Sanksi Ekonomi, Putin: Negara yang Tak Bersahabat Harus Bayar Gas Rusia dalam Rubel

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini