TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Setidaknya 87 teroris dan petempur dari Suriah meninggalkan wilayah barat laut Suriah di Provinsi Idlib Raya.
Mereka difasilitasi berangkat ke medan perang Ukraina guna membantu pasukan Kiev memerangi Rusia. Kabar yang belum diverifikasi sumber independen ini diwartakan situs Sputniknews, Rabu (30/3/2022).
Sumber yang mengetahui masalah tersebut mengatakan para teroris, kebanyakan orang Irak, Prancis, Tunisia, dan Chechnya dari sejumlah kelompok teroris Suriah.
Antara lain kelompok Hay'at Tahrir al-Sham (HTS), Horas al-Din, dan Ansar al-Tawhid yang berafiliasi dengan Al Qaeda. Mereka meninggalkan Greater Idlib pada 26 Maret.
Baca juga: Damaskus Peringatkan Rusia: Amerika Bisa Pindahkan Teroris dari Suriah ke Ukraina
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina Menarik Tentara Bayaran dari Swasta, Legiun Internasional, Suriah dan Chechnya
Baca juga: Amerika Serikat dan Sekutu Diminta Stop Drama di Konflik Rusia - Ukraina
Menurut sumber tersebut, para teroris yang sangat berpengalaman dalam perang gerilya, semuanya anggota ISIS sebelum bergabung faksi baru mereka yang berkumpul di Idlib dan sekitarnya.
HTS, penguasa de facto Greater Idlib, memindahkan anggotanya ke kota Saramada, yang terletak di perbatasan Suriah-Turki, pada 24 dan 25 Maret.
Para teroris kemudian memasuki Turki, dan dari sana mereka diangkut ke Ukraina .
Abu Mohammed al-Julani, pemimpin HTS, memainkan peran kunci dalam mendorong teroris asing untuk berperang di Ukraina.
Di sebagian wilayah ini militer Rusia tengah menggelar operasi khusus untuk mendemiliterisasi Ukraina, dan melumpuhkan kelompok neo-Nazi Ukraina.
Selama serangkaian pertemuan di salah satu masjid kota Idlib, pemimpin itu bersikeras hanya petempur asing yang dapat melakukan perjalanan, sementara warga Suriah harus tetap berada di negara mereka.
“Al-Julani secara pribadi berjanji, selama pertemuan itu, untuk sepenuhnya mengamankan kebutuhan keluarga teroris sampai mereka kembali dari Ukraina,” kata Sputnik mengutip sumbernya.
Informasi yang diungkap Sputnik tidak mengejutkan. Sebuah laporan baru-baru ini mengungkap rencana intelijen Turki dan HTS untuk merekrut teroris dari Greater Idlib untuk berperang melawan militer Rusia di Ukraina.
Upaya HTS untuk menyalurkan teroris ke Ukraina dapat memicu tanggapan yang sangat serius dari Rusia, yang mempertahankan kekuatan besar di Suriah.
Di sisi lain, pertempuran di Ukraina dibarengi perang informasi yang sengit di antara para pihak yang terlibat langsung maupun tak langsung.
Kedua belah pihak yang berkonflik berusaha untuk memperindah keberhasilan mereka dan menghubungkan kekalahan dengan musuh mereka.
Ini dilakukan berbagai cara, hingga produksi video palsu dan rekayasa, yang sebagian besar dilakukan oleh Ukraina.
Pada gilirannya, pihak Rusia mencoba untuk mengemas keberhasilannya menggunakan dokumentasi yang diseleksi dari potongan-potongan rekaman video di berbagai front.
Dalam sebuah rekaman video yang dipublikasikan Rusia, para prajurit pasukan khusus Republik Rakyat Donbass (DPR) menggambarkan situasi sebenarnya di Mariupol.
Ia mengkritik pendekatan hore-patriotik banyak wartawan Rusia dan lokal. Dia mencatat ada peperangan yang sebenarnya sangat sulit.
Kemenangan yang sebenarnya dapat dicapai hanya di medan perang, bukan di layar media. Dia menekankan pendekatan yang digunakan propagandis Ukraina harus dihindari.
Ia menyarankan perlunya memberikan penonton gambaran nyata dari perkembangan yang sedang berlangsung, seperti dalam perang sesungguhnya.(Tribunnews.com/Sputniknews/xna)