Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BUDAPEST - Hongaria saat ini sedang memikirkan solusi teknis untuk masalah pembayaran pasokan gas Rusia dalam bentuk mata uang rubel.
Pernyataan ini disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Hubungan Ekonomi Luar Negeri Hongaria, Peter Szijjarto pada Rabu kemarin.
Dikutip dari laman TASS, Kamis (7/4/2022), menjawab pertanyaan tentang membayar gas dalam rubel, Menteri Luar Negeri Hungaria mengatakan bahwa negaranya harus memenuhi 'kewajiban pembayaran pertama ke Gazprom' pada akhir Mei mendatang dan solusi teknis ini sedang dilakukan.
Szijjarto juga menjelaskan bahwa Hongaria akan memutuskan masalah pembayaran pasokan gas Rusia dalam kontaknya dengan Rusia.
Baca juga: WNI di Hongaria Diminta Tunda Perjalanan ke Ukraina
Negaranya tidak bermaksud untuk mengikuti contoh negara lain atau menyerah pada tekanan dari kepemimpinan Uni Eropa (UE).
Pada September 2021, Hongaria menandatangani dua kontrak jangka panjang dengan Gazprom untuk memasok total 4,5 miliar meter kubik bahan bakar per tahun melalui jaringan pipa melintasi Serbia dan Austria, dan melewati Ukraina.
Perjanjian tersebut pun ditetapkan selama 15 tahun dan dapat ditinjau kembali 10 tahun setelah pelaksanaannya.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin meminta pembayaran pasokan gas ke negara-negara yang tidak bersahabat dipindahkan ke dalam mata uang rubel.
Ia mengatakan bahwa Rusia akan menolak menerima pembayaran atas kontrak semacam itu dalam mata uang yang didiskreditkan, termasuk dolar dan euro.
Selain itu, Putin menugaskan pemerintah untuk memberikan instruksi kepada Gazprom tentang amandemen kontrak saat ini.
Perlu diketahui, pada 31 Maret lalu, Putin menandatangani dekrit tentang aturan perdagangan gas dengan negara-negara yang tidak bersahabat, yang menetapkan sistem pembayaran kontrak baru.