Pemerintahan Serbia juga tidak secara langsung mengritik kekejaman pasukan Rusia di Ukraina.
Kembali pada tahun 2020, pejabat AS memperingatkan Beograd terhadap pembelian sistem anti-pesawat HQ-22, yang versi ekspornya dikenal sebagai FK-3.
AS mengatakan, jika Serbia ingin bergabung dengan Uni Eropa dan aliansi Barat lainnya, negara ini harus menyelaraskan peralatan militernya dengan standar Barat.
Sistem rudal China telah banyak dibandingkan dengan American Patriot dan sistem rudal surface-to-air S-300 Rusia meskipun memiliki jangkauan yang lebih pendek daripada S-300 yang lebih canggih.
Serbia akan menjadi operator pertama rudal China di Eropa.
Serbia diketahui berperang dengan tetangganya pada 1990-an.
Negara, yang secara resmi mencari keanggotaan UE, telah meningkatkan angkatan bersenjatanya dengan senjata Rusia dan China, termasuk pesawat tempur, tank tempur, dan peralatan lainnya.
Pada tahun 2020, dibutuhkan pengiriman drone Chengdu Pterodactyl-1, yang dikenal di China sebagai Wing Loong.
Baca juga: Menlu China: Tidak Seimbangnya Sistem Keamanan Eropa Jadi Penyebab Krisis Ukraina
Baca juga: Ukraina Sebut Lebih dari 1.200 Mayat Ditemukan di Dekat Kyiv
Drone tempur itu mampu menyerang target dengan bom dan rudal dan dapat digunakan untuk pengintaian.
Ada kekhawatiran di Barat bahwa persenjataan Rusia dan China di Serbia dapat mendorong negara Balkan itu ke arah perang lain, terutama melawan bekas provinsi Kosovo yang memproklamasikan kemerdekaan pada 2008.
Serbia, Rusia, dan Cina tidak mengakui kenegaraan Kosovo, berbanding terbalik dari Amerika Serikat dan sebagian besar negara Barat lainnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)