News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Vladimir Putin Larang Mark Zuckerberg Hingga Wapres AS Kamala Haris Masuki Rusia

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Choirul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CEO Facebook Mark Zuckerberg

Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, MOSCOW – Presiden Rusia Vladimir Putin akhirnya membuat aksi balasan terhadap serangkaian sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat dan Amerika Serikat ke negaranya.

Kamis (21/4/2022) kemarin Presiden Vladimir Putin resmi melarang keras pendiri Facebook Mark Zuckerberg, Wakil Presiden AS Kamala Harris, serta 26 orang Amerika lainnya memasuki wilayah Rusia.

Ke-28 orang penting di AS yang diharamkan masuk ke Rusia memiliki latar belakang eksekutif bisnis, politisi, ilmuwan hingga jurnalis.

Mereka dilarang memasuki wilayah federasi Rusia sampai batas waktu yang tidak ditentukan. "Orang-orang ini ditolak masuk ke Federasi Rusia tanpa batas waktu," sebut Kementerian Luar Negeri Rusia dalam pernyataan resminya.

Wakil Presiden AS Kamala Harris. (MANDEL NGAN / AFP)

Dikutip dari AFP, selain Mark Zuckerberg dan Kamala Harris, ke- 26 orang AS yang masuk dalam daftar hitam Putin.

Diantaranya, Kathleen Holland Hicks, Wakil Menteri Pertahanan Pertama; Christopher Watson Grady, Wakil Ketua Kepala Staf Gabungan; John Francis Kirby, Wakil Menteri Pertahanan dan Ronald Klain, Kepala Staf Gedung Putih.

Serta Evan Maureen Ryan, Sekretaris Kabinet Presiden; Blinken Menteri Luar Negeri AS; Margaret Goodlander, penasehat Sekretaris Kehakiman' J. Sullivan Asisten Presiden Amerika Serikat untuk Keamanan Nasional, serta Douglas Craig Emhoff suami Wakil Presiden AS.

Kemudian, ilmuwan politik Robert Kagan; W. Nuland, suami Wakil Sekretaris Senior AS; Edward Price, juru bicara Departemen Luar Negeri AS; Brian Thomas Moynihan, Ketua dan CEO Bank of America.

Presiden Rusia Vladimir Putin. (AFP/THIBAULT CAMUS)

Selain para pejabat AS, Vladimir Putin juga memblokir eksekutif bisnis asal negeri Hollywood seperti William Brown, CEO L-3 Harris Technologies; Wahid Nawabi, CEO Aerovironment; Roger Krone, CEO presiden Leidos; Horacio Rozanski, CEO Booz Allen Hamilton; Eilee Drake, CEO Aerojet Rocketdyne; David Deptua, Kepala Lembaga Penelitian Mitchell Institute of Airspace Studies, dan Ryan Roslansky, CEO jejaring sosial LinkedIn.

Putin juga ikut menyasar para pekerja media AS, diantaranya pembawa acara di saluran televisi ABC George Stephanopoulos, Wakil Direktur LSM B. Scowcroft, analis internasional senior di CNN Bianna Vitalievna Golodryga hingga para pakar di lembaga Wilson Center seperti Matthew Kroenig, Edward Acevedo, Kevin Rothrock.

Baca juga: PM Inggris Boris Johnson: Negosiasi dengan Vladimir Putin Seperti Berurusan dengan Biaya

Kebijakan tersebut diambil Putin sebagai tanggapan atas munculnya rentetan sanksi AS dan para sekutunya yang telah lebih dulu memberlakukan sanksi ekstensif terhadap Rusia.

Mulai dari melarang impor pada perdagangan minyak Rusia, mengeluarkan bank negara Putin dari sistem perbankan SWIFT, membekukan aset oligarki Rusia, hingga yang baru – baru ini Zuckerberg membatasi akses masyarakat Putin dalam menjangkau Facebook.

Baca juga: Wajibkan Rubel untuk Bayar Gas Rusia, Strategi Vladimir Putin Hancurkan Dolar AS

Selain alasan tersebut pemblokiran ini sengaja dilakukan, lantaran ke 28 warga AS tersebut merupakan bagian sentiment Russophobia atau orang yang kerap mengumbar kebencian terhadap segala sesuatu yang berasal dan berhubungan dengan Rusia.

Selain warga AS, Sergey menteri luar negeri Rusia menyebut jika kebijakan baru Putin juga akan ditargetkan bagi pejabat Kanada diantaranya Cameron Ahmad, yang menjabat sebagai direktur komunikasi untuk Perdana Menteri Justin Trudeau, Komandan Pasukan Operasi Khusus Kanada Steve Boiv serta 58 orang Kanada lainnya.

Lavrov menambahkan, meski kebijakan boikot tersebut tidak sepenuhnya berdampak terhadap AS dan Kanada namun adanya serangan pembalasan ini diharap bisa menjadi gertakan bagi kedua negara terebut agar tak lagi menyenggol Rusia.

Denda Google

Bukan kali ini saja Presiden Rusia Vladimir Putin membuat aksi balasan untuk menghajar Barat. Beberapa hari laluPengadilan Rusia menjatuhkan denda senilai 11 juta rubel kepada Google Alphabet Inc.

Alasannya, Google dianggap gagal menghapus konten berisi informasi palsu mengenai konflik di Ukraina dan video YouTube yang diproduksi oleh Ukraina.

Dikutip dari Reuters.com, pengawas komunikasi Rusia Roskomnadzor mengatakan pada awal bulan ini, mereka akan mengambil langkah-langkah untuk menghukum Google karena menyebarkan informasi palsu di YouTube.

Roskomnadzor sebelumnya telah memperingatkan Google, perusahaan itu akan dikenai denda jika gagal mematuhi regulasi di Rusia.

Logo Google di kantor Google Indonesia (Kompas Images)

Pengadilan Distrik Tagansky Rusia, pada hari ini Kamis (21/4/2022), menyatakan Google bersalah karena telah melakukan pelanggaran administratif dan didenda 4 juta rubel, serta 7 juta rubel dalam dua kasus.

Kantor berita Rusia, Tass mengatakan denda tersebut berkaitan dengan distribusi informasi yang tidak akurat mengenai kerugian pasukan Rusia dan korban sipil di Ukraina, serta adanya klip video yang beredar di Youtube, yang diduga diproduksi oleh kelompok sayap kanan Ukraina.

Sejak 24 Februari lalu, Rusia telah mengirim puluhan ribu pasukan militernya ke Ukraina, yang mereka sebut sebagai upaya untuk menurunkan kemampuan militer Ukraina dan membasmi orang-orang yang Rusia sebut sebagai nasionalis berbahaya.

Pasukan Ukraina telah melakukan perlawanan keras terhadap serangan Rusia, dan pihak Barat juga telah memberlakukan sanksi besar-besaran pada Rusia, yang diharapkan dapat melemahkan perekonomian Rusia sehingga mereka menarik pasukannya di Ukraina.

Rusia telah memblokir beberapa perusahaan media sosial asing, seperti Facebook dan Instagram.

Kantor berita domestik Rusia, Ria juga melaporkan adanya kasus lain yang telah diajukan terhadap Google, karena perusahaan ini telah mendistribusikan video di YouTube yang menyerukan serangan teror di Rusia.

Paksa Bayar Pakai Rubel

Presiden Rusia Vladimir Putin juga sudah membuat aksi balasan lainnya untuk AS dan Barat, yakni dengan mengharuskan negara Barat yang membeli gas Rusia membayarnya dalam uang rubel.

Aturan itu berlaku untuk semua negara tidak bersahabat dengan Rusia, mulai April 2022. Negara-negara tak bersahabat yang dimaksud Putin adalah mereka yang menghujani Rusia dengan serangkaian sanksi atas invasi militernya ke Ukraina.

Presiden Tusia Vladimir Putin tetap mengharuskan Uni Eropa membayar gas yang dibelinya dari Rusia dengan rubel. Foto Presiden Vladimir Putin di jaringan pipa gas Rusia di Vladivostok, 2011. (The Guardian/AFP)

Diketahui, negara-negara tersebut adalah AS dan sekutunya, negara-negara di Uni Eropa. Uni Eropa sendiri merupakan pelanggan gas alam cair Rusia.

Putin juga mengancam, jika negara-negara tidak bersahabat itu menolak membayar dengan rubel, Rusia akan menghentikan aliran gasnya.

Menurut dekrit tersebut, semua pembayaran akan ditangani oleh Gazprombank Rusia, anak perusahaan raksasa energi milik negara, Gazprom.

Pembeli akan mentransfer pembayaran ke rekening Gazprombank dalam mata uang asing, yang kemudian akan diubah oleh bank menjadi rubel dan ditransfer ke rekening rubel pembeli.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini