TRIBUNNEWS.COM - Wakil Menteri Pertahanan Ukraina, Hanna Maliar mengatakan militer Rusia telah meluncurkan lebih dari 1.300 rudal sejak awal invasi pada Februari lalu.
Dalam sambutannya yang disiarkan di televisi Ukraina pada Selasa (26/4/2022), Maliar mengatakan bahwa pasukan Rusia menggunakan banyak rudal laut, udara, dan darat.
Dilansir Newsweek, Maliar mengklaim cadangan milik Rusia berkurang cukup banyak, namun masih memiliki cukup rudal untuk menyerang.
"Menurut data kami, cadangan mereka sudah lebih dari setengahnya sejak mereka aktif menggunakannya sejak 24 Februari," kata Maliar.
"Lebih dari 1.000 roket telah digunakan. Lebih tepatnya, lebih dari 1.300 rudal," imbuhnya.
Baca juga: BOCOR Foto Diduga Kapal Selam Rusia di Krimea, Disebut Dilengkapi dengan Rudal Kemampuan Nuklir
Baca juga: Nasib Wartawan Rusia di Ukraina dan Ketatnya Sensor Pemberitaan soal Perang di Rusia
Rusia diperkirakan akan terus melesatkan rudal ke Ukraina.
Maliar juga dilaporkan mengklaim bahwa Rusia mencoba melakukan "pemerasan dan intimidasi ke seluruh dunia" dengan mempertimbangkan penggunaan senjata kimia atau nuklir.
Hal senada diungkapkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Dalam konferensi persnya di hari yang sama, ia menyebut Rusia merupakan ancaman nuklir terbesar di dunia sejak 1986 dan berusaha memeras dunia dengan senjata nuklir, lapor The Kyiv Independent.
Kekhawatiran internasional tentang potensi penggunaan senjata nuklir belakangan meningkat usai Rusia menempatkan persenjataan nuklirnya dalam siaga tinggi.
Pekan lalu, Rusia melakukan uji coba rudal balistik antarbenua berkemampuan nuklir yang disebut "Satan 2."
Presiden Rusia Vladimir Putin membual bahwa uji coba rudal akan memaksa negara lain untuk "berpikir dua kali" sebelum mencoba "mengancam" Rusia.
Pada Senin (25/4/2022) lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov memperingatkan dunia agar tidak meremehkan ancaman senjata nuklir dan potensi Perang Dunia Ketiga.
Jerman Kirim Senjata
Jerman akhirnya setuju untuk mengirikan tank anti-pesawat ke Ukraina.
Ini merupakan perubahan besar bagi Berlin dalam pendekatannya untuk memberikan bantuan militer kepada Kyiv.
Komitmen untuk mengirimkan sistem antipesawat Gepard diumumkan oleh Menteri Pertahanan Christine Lambrecht, selama pertemuan pejabat pertahanan internasional di pangkalan Angkatan Udara AS Ramstein di Jerman.
"Kami memutuskan kemarin bahwa kami akan mendukung Ukraina dengan sistem anti-pesawat, itulah yang dibutuhkan Ukraina sekarang untuk mengamankan wilayah udara dari darat," kata Lambrecht dalam pertemuan tersebut, Selasa (26/4/2022).
Ini adalah pertama kalinya Jerman setuju mengirimkan persenjataan berat jenis ini ke Ukraina saat invasi Rusia.
Dilansir CNN, sistem Gepard telah dihapus dari tugas aktif di Jerman pada tahun 2010.
Jerman awalnya menolak seruan untuk menyediakan persenjataan ke Kyiv dan hanya setuju untuk memberikan bantuan kemanusiaan serta peralatan medis.
Pendekatan itu sejalan dengan kebijakan Jerman selama puluhan tahun untuk tidak memasok senjata mematikan ke zona krisis.
Baca juga: Jerman akan Mengirimkan Tank Anti-Pesawat ke Ukraina
Baca juga: Kanada Akan Beli 8 Kendaraan Lapis Baja untuk Ukraina
Hanya beberapa bulan sebelum Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan invasi ke Ukraina, pemerintah Jerman yang baru setuju untuk memasukkan kebijakan ekspor senjata yang terbatas ke dalam perjanjian koalisinya.
Namun menghadapi tekanan dari sekutu dan publik Jerman, pemerintah terpaksa merombak aturan tersebut.
Pada akhir Februari, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengumumkan Jerman akan mulai mengirimkan beberapa senjata ke Ukraina.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)