News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Ketua Banggar DPR Sebut 5 Tantangan Bagi Indonesia Jika Hendak Jadi Juru Damai Rusia Vs Ukraina

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah.

Menurut Said, kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif ini cukup menguntungkan. Sebab Indonesia memiliki legitimasi politik dan moral dari para pihak yang bersengketa.

"Terlebih dengan posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 menjadi tambahan bekal yang memadai untuk menguatkan perannya," katanya.

Said Abdullah mengatakan tantangan peran Indonesia sebagai juru damai Ukraina dan Rusia tentu sangat banyak.

Pertama, target Putin yang menghendaki demiliterisasi Ukraina, menjadikan Ukraina sebagai negara netral, pengakuan kemerdekaan terhadap Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk, serta denazifikasi tentu bukanlah proposal yang mudah diterima oleh Ukraina. Sebab tuntutan ini sama halnya mengakui disintegrasi teritorial Ukraina, dan pelucutan militer Ukraina sebagai negara berdaulat.

"Terhadap klaim tuntutan kemerdekaan atas Donetsk dan Luhansk, Indonesia sebaiknya mendorong dilakukan referendum rakyat setempat secara fair, dan Indonesia dapat menawarkan sebagai bagian dari joint committee untuk melaksanakan referendum tersebut. Hasil referendum dapat menjadi acuan kedua belah pihak," katanya.

Kedua, dukungan NATO terhadap Ukraina, terutama bantuan peralatan perang, serta pengiriman tentara bayaran ke Ukraina, serta berbagai provokasi latihan militer di Polandia justru kontraproduktif bagi terciptanya upaya damai Rusia dan Ukraina.

"Namun tanpa dukungan nyata dari NATO, sulit bagi Ukraina untuk memiliki posisi tawar yang sejajar dengan Rusia di meja perundingan. Indonesia dapat menawarkan kedua belah pihak untuk genjatan senjata terlebih dahulu, dan secara bertahap membuat kesepakatan, walaupun belum mungkin secara keseluruhan agenda, sambil merumuskan peta jalan jangka panjang," kata Said.

Ketiga,  lanjut Said, bersamaan dengan langkah langkah diatas, melalui forum G20, Indonesia mengupayakan agar Amerika Serikat dan aliansinya secara bertahap menganulir berbagai sanksi, terutama sanksi ekonomi yang dikenakan terhadap Rusia.

"Tantangan yang bakal dihadapi Indonesia adalah egoisme Amerika Serikat dan Inggris yang terus menegaskan dirinya sebagai kekuatan adidaya, dan tidak menghendaki Rusia sebagai kekuatan militer terbesar kedua dunia malampaui kekuatannya. Terlebih lagi, jika ada perang dan ada andil Amerika Serikat didalamnya otomatis menguntungkan eksistensi military industrial complex," katanya.

Keempat, peran PBB yang tumpul dalam mengupayakan berbagai penyelesaian sengketa dibanyak wilayah.

"Saya melihat Rusia tidak percaya terhadap PBB. Rusia memandang pengaruh Amerika Serikat dan aliansinya sangat kuat dalam menentukan suara di internal PBB. Atas keadaan ini, bisa jadi Rusia memandang PBB bukanlah tangan yang adil untuk ikut andil sebagai juru damai," ujarnya.

Terbaru Rusia seolah memberi “kode” bagi Sekjen PBB Antonio Guteres saat berkunjung ke Kiev beberapa waktu lalu dengan menjatuhkan rudal disekitar kawasan pertemuan Guteres dengan Zelensky.

"Menimbang posisi ini, sebaiknya Indonesia lebih prioritas menempuh jalur non PBB, serta dalam jangka panjang mendorong reformasi PBB agar lebih setara dan demokratis," kata Said.

Kelima, perang urat syaraf para tokoh tokoh dikedua belah pihak, termasuk NATO di media massa masih akan menjadi bensin penyulut api konflik di Ukraina.

"Indonesia melalui forum G20 dapat mendesak pihak pihak yang terlibat dalam sengketa Ukraina dan Rusia, termasuk para pemimpin NATO agar lebih puasa bicara, dan mendorong berbagai pernyataan publik lebih produktif bagi terciptanya upaya damai dikedua belah pihak, serta mengajak para jurnalis internasional sebagai bagian dari peace keeper,"  ujar Said Abduillah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini