TRIBUNNEWS.COM - Korea Utara mengumumkan jumlah orang dengan gejala demam diduga Covid-19 melebihi 2 juta, meski mengklaim penanganannya terhadap pandemi Covid-19 baik.
Negara pimpinan Kim Jong Un ini akhirnya melaporkan kasus pertama Covid-19 pada pertengahan Mei tahun ini.
Pada Jumat (20/5/2022), pemerintah Korea Utara mengatakan telah mencapai hasil yang baik dalam perang melawan wabah virus corona.
Di sisi lain, pihaknya belum menjawab tawaran bantuan dari dua musuhnya, Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS), ungkap seorang pejabat Korsel.
Baca juga: Korea Selatan Seret Terraform Labs ke Meja Hijau Atas Dugaan Penyalahgunaan Pembayaran Pajak
Baca juga: Infeksi COVID-19 di Korea Utara Diduga Capai 2 Juta Kasus
Dilansir SCMP, Presiden baru Korea Selatan Yoon Suk-yeol dan Presiden AS Joe Biden, diperkirakan akan membahas bantuan untuk Korea Utara, dalam kunjungan Biden yang dijadwalkan Jumat ini.
Korea Utara sejauh ini melaporkan 263.370 tambahan orang dengan gejala demam dan dua kematian baru, sehingga total kasus dugaan Covid-19 mencapai 2,24 juta per-Kamis (19/5/2022) malam waktu setempat.
Sementara itu ada 65 kematian yang tercatat, lapor media pemerintah, KCNA.
Korea Utara tidak memiliki kapasitas pengujian Covid-19 dan belum merinci berapa banyak pasien demam yang terkonfirmasi positif corona.
Namun terlepas dari pandemi ini, Korut mengatakan bahwa pertanian tetap berlanjut dan pabrik-pabrik terus aktif.
Bahkan pemerintah sedang merencanakan pemakaman kenegaraan untuk seorang pensiunan jenderal.
"Bahkan di bawah situasi pencegahan epidemi darurat maksimum, produksi normal dipertahankan di sektor industri utama dan proyek konstruksi skala besar didorong tanpa henti," lapor KCNA.
"Hasil yang baik dilaporkan terus dalam perang anti-epidemi yang sedang berlangsung," katanya.
Badan hak asasi manusia PBB telah memperingatkan konsekuensi "menghancurkan" dari Covid-19 bagi 25 juta orang Korea Utara.
Sementara pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khawatir penyebaran yang tidak terkendali dapat menyebabkan munculnya varian baru yang lebih mematikan.
Para pejabat di Korea Selatan mengaku sulit menarik kesimpulan terkait kondisi tetangganya itu, karena tidak jelas bagaimana Korea Utara menghitung jumlah pasien demam dan Covid-19.
Kasus demam yang dilaporkan oleh pemerintah telah menurun di ibu kota Pyongyang, tetapi meningkat di wilayah pedesaan.
Namun Martyn Williams, peneliti yang berbasis di AS, menilai Korut tidak mungkin memberikan data akurat mengenai wabah Covid-19, bisa saja karena kesalahan atau manipulasi.
Baca juga: Update Covid-19 Global 20 Mei 2022: Total Infeksi Covid-19 525,5 Juta Kasus, Total Pulih 495,2 Juta
Baca juga: Pakar: Kim Jong Un Mungkin akan Terima Bantuan China, tapi Tidak dari AS, Korsel, atau COVAX
Korea Selatan dan AS sama-sama menawarkan bantuan kepada Korea Utara memerangi virus, termasuk mengirim bantuan, tetapi belum mendapat tanggapan, kata wakil penasihat keamanan nasional Korea Selatan.
Kendati demikian, Korsel dan AS kemungkinan akan menjadi upaya terakhir Korea Utara dalam mencari bantuan, kata legislator Korea Selatan pada Kamis.
Menteri Luar Negeri Korea Selatan, Park Jin, mengatakan kepada parlemen Yoon dan Biden akan membahas bantuan untuk Korea Utara dalam pertemuan pada Sabtu.
"Korea Selatan dan Amerika Serikat melanjutkan konsultasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan, terutama terkait Covid-19, ke Utara," kata Park.
Anthony Fauci Versi Korea Utara
Seorang pejabat yang kurang dikenal, Ryu Yong Chol, menjadi wajah publik dari atas penanganan Covid-19 di Korea Utara.
Ia setara dengan Kepala Penasihat Medis AS, Dr Anthony Fauci atau direktur badan pencegahan penyakit Korea Selatan, Jeong Eun-kyeong.
Selama lebih dari dua tahun, dengan perbatasannya disegel, Korea Utara tidak melaporkan satu pun kasus virus corona.
Bagi pengamat, kondisi ini dinilai sebagai cerminan kerahasiaan Korea Utara daripada ketiadaan nyata virus corona.
Sejak mengkonfirmasi wabah pertamanya dan menyatakan keadaan darurat pekan lalu, Korea Utara telah mengubah taktik.
Tampaknya rezim Kim Jong Un mengikuti pedoman penanganan negara lain, dengan merilis data terperinci tentang penyebaran virus dan saran untuk mengantisipasi penularan.
Dilansir Reuters, Ryu bekerja untuk markas besar pencegahan epidemi darurat negara bagian, KCNA melaporkan, yang tampaknya baru dibentuk untuk mengatasi Covid-19.
Baca juga: Keamanan Asia Jadi Fokus Kunjungan Biden di Korea Selatan dan Jepang
Baca juga: Kecam Penanganan Covid-19, Kim Jong Un Tuding Pejabat Korea Utara: Ketidakmatangan Atasi Krisis
Mengenakan setelan jas dan dengan kacamata, Ryu tampil dengan informasi to the point.
Tampilan ini tidak umum di televisi Korea Utara, yang biasanya menayangkan komandan militer yang memuji pemerintah.
"Kita harus memperkuat upaya untuk mengendalikan dan mengisolasi setiap dan setiap orang yang terinfeksi tanpa kecuali sehingga benar-benar menghilangkan ruang di mana penyakit menular dapat menyebar," kata Ryu pada Jumat.
Korea Utara telah melaporkan 2.241.610 orang menderita demam dan 65 kematian di antara 25 juta penduduknya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)