TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Presiden Recep Tayyip Erdogan Turki menyatakan, militer negaranya akan meluncurkan operasi baru di Suriah utara.
Meski tidak spesifik, serangan itu kemungkinan akan menargetkan daerah-daerah yang dikuasai milisi Kurdi yang didukung AS, yang telah dilakukan Turki pada tiga kesempatan sejak 2016.
“Kami akan segera mengambil langkah-langkah baru bagian yang tidak lengkap dari proyek yang kami mulai di zona aman selebar 30 km yang kami buat di sepanjang perbatasan selatan kami,” kata Erdogan setelah rapat kabinet, Senin (23/5/2022).
Pernyataan itu dikutip kantor berita Associated Press dan Russia Today, Selasa (23/5/2022).
"Target utama operasi ini adalah daerah yang menjadi pusat serangan ke negara kita dan zona aman," tambahnya menurut Reuters.
Operasi menurut Erdogan akan dimulai setelah militer, intelijen, dan pasukan keamanan Turki menyelesaikan persiapan mereka.
Ankara telah tiga kali mengirim pasukan ke Suriah, dimulai Operasi Perisai Eufrat pada 2016.
Serangan terbaru, Operasi Mata Air Perdamaian 2019, disambut sanksi AS dan perang kata-kata antara Erdogan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Invasi Turki ke Wilayah Suriah
Turki saat ini mengendalikan sebagian dari Provinsi Aleppo, Raqqa dan Hasakah di Suriah, selain mendukung militan di Idlib.
Bulan lalu, Turki juga mengirim pasukan ke Irak, menargetkan milisi Kurdi di wilayah utara Metina, Zap, dan Avasin-Basyan dalam apa yang disebut Operasi Claw-Lock.
Baghdad mengutuk operasi itu sebagai pelanggaran kedaulatan Irak, tetapi tidak dapat berbuat apa-apa.
Turki menuduh milisi Kurdi Suriah YPG memiliki hubungan dengan Partai Pekerja Kurdistan (PKK), yang telah ditetapkan Ankara sebagai organisasi teroris.
Sejak 2015, AS telah menggunakan YPG sebagai basis Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah milisi proksi yang dipersenjatai dan dipasok untuk memerangi teroris ISIS.