Ellner, seorang Amerika yang telah tinggal di Venezuela selama lebih dari 40 tahun dan mempelajari dengan cermat peningkatan ketegangan antara kedua negara.
“Pengungkapan Esper mengarah pada kesimpulan Washington terlibat serangan pesawat tak berawak yang gagal pada Agustus 2018 yang meledak di sebuah acara publik yang dimaksudkan untuk membunuh Maduro, istrinya Celia Flores dan berbagai komandan militer. Itu juga mengarah pada kesimpulan Washington terlibat Operasi Gideon 2020 yang bertujuan menculik Maduro,” imbuhnya.
Buku eks Penasihat Keamanan Trump, John Bolton juga mengisyaratkan keterlibatan AS dalam upaya pembunuhan 2018, yang ia gambarkan sebagai "lucu."
Tak lama setelah upaya itu, Trump menuntut Bolton "menyelesaikannya", yang berarti pencopotan Maduro.
Memoar Esper juga mengungkapkan pejabat senior AS sering berbicara terus terang tentang melakukan gelombang serangan teror terhadap infrastruktur sipil Venezuela.
Sejumlah ledakan, kebakaran, pemadaman listrik, dan kecelakaan lain yang sangat mencurigakan kerap terjadi di Venezuela.
Pemerintahan Maduro telah lama menyalahkan Amerika Serikat. Media barat, bagaimanapun, secara rutin menolak tuduhan ini sebagai teori konspirasi.
Esper mengatakan, pada 9 Juni 2020, O'Brien mengusulkan serangan militer di pelabuhan pantai yang menangani sebagian besar impor dan ekspor minyak negara itu.
“Artinya bisa berupa serangan udara atau penggunaan Navy SEAL,” katanya. Efeknya adalah lebih lanjut mengganggu pasokan energi mereka dan memicu lebih banyak kerusuhan.
Menurut Esper, kelompok itu menolak rencana tersebut dan mendukung serangan siber terkoordinasi pada infrastruktur penting Venezuela.
Namun, 10 hari kemudian, pemerintah AS (termasuk Esper sendiri) menyetujui apa yang disebutnya pengembangan “opsi kinetik dan nonkinetik, baik yang terbuka maupun, yang dapat mengganggu pengiriman minyak dan senjata Venezuela.
Opsi itu perlu mencakup tindakan yang akan berdampak material pada industri utama dan target bernilai tinggi lainnya.
Hanya beberapa minggu setelah keputusan ini, mantan Marinir AS dan agen CIA Matthew Heath ditangkap di luar kompleks penyulingan minyak terbesar Venezuela.
Ketika ditangkap, Heath membawa senapan mesin ringan, peluncur granat, empat blok bahan peledak C4, telepon satelit, tumpukan dolar AS, dan informasi terperinci tentang kompleks tersebut.
Baik pemerintah AS dan media AS sebagian besar mengabaikan persidangan Heath atas terorisme dan perdagangan senjata. Peristiwa itu secara kuat menunjukkan dia memang tertangkap basah saat sedang menjalankan "bisnis resmi".(Tribunnews.com/Mintpressnews/xna)