News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bank Dunia Prediksi Perekonomian Global 2022 Suram Akibat Perang, Stagflasi, dan Krisis Pangan

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Bank Dunia David Malpass.

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Bank Dunia mengubah prediksi pertumbuhan ekonomi global secara cukup drastis akibat sejumlah hal yang terjadi sepanjang 2022.

Perang Rusia-Ukraina, ancaman krisis pangan, serta risiko stagflasi membuat pertumbuhan ekonomi global 2022 diperkirakan berlangsung suram.

Stagflasi sendiri adalah istilah yang merujuk kondisi stagnasi ekonomi, salah satunya ditandai tingkat pengangguran relatif tinggi, yang ditambah tingginya tingkat inflasi.

Fenomena ini belum pernah terjadi selama empat dekade belakangan.

Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi dunia akan bertumbuh 2,9 persen pada tahun ini.

Baca juga: Rusia Walk Out dari Rapat Dewan Keamanan PBB, Dituduh Penyebab Memburuknya Krisis Pangan Global

Perkiraan itu anjlok dari tingkat pertumbuhan global sebanyak 5,7 persen pada 2021. 

Pada awal Januari lalu, perkiraan Bank Dunia pun sedikit lebih optimistis, yakni 4,1 persen.

“Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari,” kata Presiden Bank Dunia David Malpass dikutip Associated Press, Selasa (7/6/2022).

Untuk Indonesia, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen pada 2022. Sebagaimana diwartakan Kontan, angka itu turun 0,1 persen poin dibanding perkiraan sebelumnya.

Negara-negara ekonomi berkembang dan emerging market, secara kolektif, diproyeksikan mencatat pertumbuhan 3,4 persen pada 2022, menurun dari 6,6 persen pada 2021.

Sementara itu, proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) dipangkas lebih tajam dibanding versi Januari lalu, yakni berkurang 1,2 persen poin.

Bank Dunia memperkirakan ekonomi AS akan bertumbuh 2,5 persen pada 2022, berkurang dari 5,7 persen pada 2021.

Di lain pihak, ekonomi terbesar kedua di dunia, China, diproyeksikan menorehkan pertumbuhan ekonomi lebih positif, yakni sebesar 4,3 persen.

Namun, angka itu turun tajam dibanding proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun lalu yang mencapai 8,1 persen.

Salah satu peristiwa yang memicu prediksi suram Bank Dunia adalah perang Rusia-Ukraina yang masih berkecamuk. Invasi Rusia menyebabkan disrupsi perdagangan energi dan gandum di pasar global, mengirim pukulan bagi ekonomi dunia yang tengah bangkit dari pandemi Covid-19.

Sebagai buntut perang Rusia-Ukraina, harga-harga komoditas yang sudah tinggi, meroket lebih tinggi lagi. Fenomena ini mengancam keamanan pangan di negara-negara miskin.

“Terdapat risiko serius malnutrisi dan semakin parahnya kelaparan dan bahkan paceklik pangan,” kata Malpass.

Baca Juga: Imbas Perang Rusia-Ukraina, Negara-negara Ini Batasi Ekspor Pangan

Bank Dunia juga memperkirakan harga bahan bakar minyak meroket hingga 42 persen tahun ini. Untuk komoditas non-energi, harganya diperkirakan naik hingga 18 persen.

“Kejutan-kejutan merugikan yang lain akan meningkatkan kemungkinan bahwa ekonomi global mengalami periode stagflasi seperti pada 1970-an,” demikian tulis Bank Dunia dalam laporan Prospek Ekonomi Global versi Juni 2022.

Isu stagflasi menimbulkan dilema bagi bank-bank sentral di seluruh dunia. Pasalnya, jika terus menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi, kebijakan ini meningkatkan risiko resesi ekonomi.

Akan tetapi, jika bank sentral memutuskan untuk menstimulasi ekonomi, risikonya adalah harga-harga meroket tak terkendali dan inflasi menjadi semakin bermasalah.

Bank Dunia mengingatkan, periode stagflasi pada 1970-an perlu diatasi dengan penaikan suku bunga cukup tinggi hingga menyebabkan resesi, menimbulkan serangkaian krisis finansial di negara-negara miskin dan berkembang.

Laporan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia memproyeksikan kondisi ekonomi global yang suram hingga akhir tahun. Sayangnya, untuk tahun 2023 dan 2024, proyeksi Bank Dunia sejauh ini tak memberikan kabar baik.

Dua tahun mendatang, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 3 persen.

Sumber: Associated Press/Kompas.TV

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini