Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Badan Pangan PBB (FAO) memperingatkan biaya input pertanian termasuk pupuk yang melonjak, dapat menghalangi petani untuk memproduksi komoditas pangan.
Hal itu juga dapat memperburuk ketahanan pangan di negara-negara miskin yang harus menghadapi kenaikan tagihan impor.
Dikutip dari situs Reuters, FAO melaporkan pada Kamis (9/6/2022), indeks biaya input bagi petani mencapai rekor tertinggi dan telah naik tajam tahun ini. Input dari pertanian meliputi pupuk, pestisida, tenaga kerja, modal, lahan, irigasi, dan lainnya.
Baca juga: PBB dan Rusia Bahas Ekspor Biji-Bijian dan Pupuk di Moskow
“Temuan ini tidak memberi pertanda baik untuk respon pasokan yang dipimpin pasar yang dapat mengendalikan kenaikan lebih lanjut dalam harga pangan untuk musim 2022/2023 dan mungkin berikutnya,” kata FAO.
Biaya input pertanian yang meningkat, berkaitan dengan harga energi yang melonjak dan gangguan pasokan akibat invasi Rusia ke Ukraina, mendorong kenaikan harga pangan global tahun ini yang diukur dengan indeks komoditas pangan global.
FAO menyatakan naiknya biaya input pertanian diperkirakan akan mendorong tagihan impor pangan global tahun ini hingga 3 persen, mencapai rekor sebesar 1,8 triliun dolar AS.
FAO mengatakan, banyak negara berkembang diperkirakan akan mengurangi impor bahan pangan dalam menanggapi kenaikan harga ini.
Baca juga: Pasokan Pupuk Indonesia Kena Imbas Konflik Rusia-Ukraina yang Makin Panas
FAO memprediksi negara-negara miskin akan memotong volume impor bahan pangan lebih banyak, untuk menurunkan tagihan impor mereka secara keseluruhan.
“Ini adalah tanda-tanda yang mengkhawatirkan dari perspektif ketahanan pangan, yang menunjukkan bahwa importir akan kesulitan membiayai kenaikan biaya internasional, yang berpotensi menandai berakhirnya ketahanan mereka terhadap harga yang lebih tinggi,” ujar FAO.