TRIBUNNEWS.COM - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan negaranya tidak mampu berperang melawan China.
Hal ini ia sampaikan dalam pidatonya di depan personel penjaga pantai Filipina, terkait sengketa Laut China Selatan.
Di penghujung masa kepresidenannya, Duterte membuat pernyataan tersebut dalam peresmian kapal patroli maritim BRP Melchora Aquino, tambahan terbaru untuk armada Penjaga Pantai Filipina, pada Senin (13/6/2022).
BRP Melchora Aquino merupakan Multi-Role Response Vessel (MRRV) yang akan membantu pasukan berpatroli di garis pantai kepulauan Filipina dan mencegah serangan China ke perairan yang diklaim oleh Manila.
Baca juga: Prabowo Subianto Bicara Tentang Rencananya di Pilpres 2024 hingga Perihal Ketegangan AS-China
Baca juga: Sikap China Terkait Invasi Rusia: Dukung Pembicaraan Damai, Sebut Sanksi Tak Selesaikan Masalah
"Kami tidak mampu berperang dengan China. Kami tidak bisa menang dan kami akan kalah dan penduduk akan menderita," katanya, menurut transkrip resmi pidatonya yang dirilis pada Senin (13/6/2022), dikutip dari Radio Free Asia.
Sebelumnya pada Kamis lalu, Departemen Luar Negeri mengumumkan protes atas "kembalinya lebih dari 100 kapal China yang beroperasi secara ilegal di perairan di dalam dan sekitar Julian Felipe Reef pada 04 April 2022, hampir setahun setelah insiden pengerumunan yang sama diprotes oleh pemerintah Filipina."
Lalu pada Jumat, Departemen mengumumkan protes lain terhadap Beijing karena kapal-kapal China diduga menangkap ikan secara ilegal di sekitar Second Thomas Shoal di Kepulauan Spratly.
Kapal-kapal penjata pantai China juga disebut membayangi kapal-kapal Filipina.
"Kami tidak mengirim kapal abu-abu ke sana karena itu adalah kapal perang. Itu akan memproyeksikan gambaran yang berbeda untuk semua orang," kata Duterte selama acara peresmian, mengacu pada kapal Penjaga Pantai, tidak seperti kapal angkatan laut, dicat putih.
Dalam pidatonya, Duterte juga menyinggung pemimpin China Xi Jinping sebagai "seorang teman".
Namun ia mengatakan, Filipina secara berkala harus menegaskan apa yang menjadi miliknya.
"Dan kami telah berbicara banyak dalam banyak kunjungan yang saya lakukan dalam beberapa tahun terakhir. Tetapi saya menjelaskan kepadanya bahwa kita tidak dapat menyerahkan kedaulatan atas perairan di Laut Filipina Barat, termasuk zona ekonomi eksklusif karena itu vital bagi kehidupan nasional kita," kata Duterte, menggunakan nama Filipina untuk wilayah yang diklaim oleh Manila di di Laut China Selatan.
Pemerintah China belum menanggapi pernyataan Duterte ini.
Filipina sebelumnya telah mengeluarkan pernyataan menyusul panggilan telepon antara kedua pemimpin pada bulan April.
Saat itu Duterte dan Xi sepakat tentang perlunya "keterlibatan positif" atas jalur air yang disengketakan.
Tanggal 30 Juni mendatang, Presiden Duterte akan menyerahkan tampuk pemerintahan kepada presiden terpilih Ferdinand Marcos Jr.
Baca juga: Viral Video Seorang Wanita di China Dianiaya Pria yang Melecehkannya, Dipukul dan Kepala Diinjak
Baca juga: Pyongyang Tembakkan 8 Rudal Balistik Jarak Pendek saat Korsel-AS Selesai Latihan di Laut Filipina
Marcos, putra dari mantan pemimpin diktator Filipina ini, berjanji akan menegaskan hak teritorial maritimnya.
Tak satu pun dari pernyataan dikeluarkan oleh kantor luar negeri Filipina pekan lalu, terkait kapan dua protes terbaru diajukan dan apakah kapal China tetap berada di perairan Filipina.
Pada Maret dan April, keluhan Filipina tentang ratusan kapal dan kapal China yang berkumpul di dekat Whitsun Reef menjadi fokus ketegangan bilateral atas laut yang diperebutkan.
Protes terbaru terjadi sekitar 10 hari setelah departemen tersebut memanggil seorang diplomat senior China untuk memprotes dugaan pelecehan Penjaga Pantai China terhadap kapal penelitian gabungan Filipina-Taiwan di Laut China Selatan pada bulan April.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)