TRIBUNNEWS.COM - Korban tewas dalam serangan oleh orang-orang bersenjata di wilayah Oromia barat Ethiopia telah meningkat.
Kesaksian baru menunjukkan bahwa serangan etnis pada Sabtu (18/6/2022) telah menewaskan antara 260 dan 320 warga sipil.
Dikatakan, korban serangan adalah etnis Amhara, minoritas di wilayah Oromia.
Kemudian laporan pembantaian muncul pada Minggu (19/6/2022), dengan para penyintas menggambarkan salah satu insiden paling mematikan selama beberapa tahun di Ethiopia.
Perdana menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, telah mengutuk tindakan mengerikan di Oromia, tetapi belum memberikan rincian kekerasan.
“Serangan terhadap warga sipil tak berdosa dan perusakan mata pencaharian oleh pasukan ilegal dan tidak teratur tidak dapat diterima,” kata Abiy di Twitter, dilansir The Guardian.
Dia berjanji tidak ada toleransi untuk tindakan mengerikan oleh elemen-elemen yang tujuan utamanya adalah meneror masyarakat.
Baca juga: Gajinya Menggiurkan, Puluhan Warga Ethiopia Daftar Jadi Pasukan Sukarelawan Rusia Melawan Ukraina
Baca juga: PM Ethiopia Pemenang Nobel Perdamaian Nyatakan Pimpin Perang Lawan Kelompok Tigray
Oromia, rumah bagi kelompok etnis terbesar di Etiopia, Oromo, serta orang-orang dari komunitas lain, telah mengalami kerusuhan selama bertahun-tahun.
Kerusuhan berakar pada keluhan tentang marginalisasi politik dan pengabaian oleh pemerintah pusat.
Abiy adalah Oromo, yang pertama bertanggung jawab atas pemerintah Ethiopia, tetapi beberapa Oromo percaya dia telah mengkhianati kepentingan masyarakat.
Dua warga yang menggambarkan serangan pada hari Sabtu mengatakan para korban adalah etnis Amhara, minoritas di wilayah tersebut.
Tidak ada indikasi bahwa serangan itu terkait langsung dengan konflik di wilayah utara Tigray, yang dimulai pada November 2020 dan telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan orang mengungsi.
Serangan itu terjadi di distrik Gimbi di zona Wollega barat di bagian barat Oromia.
Seorang warga menyebutkan angka 260 tewas, yang lain mengatakan 320.