Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Permintaan minuman beralkohol di Sri Lanka telah menurun sekitar 30 persen karena kenaikan harga minuman itu akhir-akhir ini dan penurunan pendapatan masyarakat di tengah kondisi 'bangkrut' yang dialami negara itu.
Hal itu terungkap dalam rapat Komite Keuangan Publik yang diketuai anggota parlemen Sri Lanka, Anura Priyadarshana Yapa, belum lama ini.
Dikutip dari laman www.dailynews.lk, Kamis (23/6/2022), pejabat yang mewakili beberapa lembaga telah dihubungi secara virtual untuk membahas mengenai rencana peningkatan pendapatan pemerintah dan status mereka saat ini.
Oleh karena itu, pejabat yang mewakili Kementerian Keuangan, Stabilisasi Ekonomi dan Kebijakan Nasional, Departemen Pendapatan Dalam Negeri, Departemen Cukai Sri Lanka, dan Bea Cukai Sri Lanka dihubungi secara virtual.
Baca juga: Tiket VVIP Private Party di Depok Rp 8 Juta Bonus Minuman Keras, Siapa Saja Pesertanya ?
Para pejabat mengatakan bahwa ada beberapa masalah yang muncul di Departemen Cukai Sri Lanka dalam mencapai target pendapatan.
Hal itu dipicu terbatasnya jumlah etanol yang tersedia untuk produksi minuman, terbatasnya jumlah solar dan bahan bakar serta masalah pendistribusian.
Mereka juga menunjukkan bahwa permintaan alkohol telah menurun sekitar 30 persen karena kenaikan harga alkohol dan kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat.
Disebutkan pula bahwa akibat kenaikan harga yang mendadak ini, ada kecenderungan peningkatan produksi untuk produk minuman.
Pendapatan yang diharapkan dari Departemen Pendapatan Dalam Negeri dan situasinya saat ini pun turut dibahas.
Pemimpin Oposisi Sajith Premadasa juga hadir pada kesempatan tersebut dan berdiskusi dengan pejabat yang terlibat dalam pertemuan virtual tentang bagaimana mengubah kebijakan pajak dan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan administrasi pajak.
Selain itu, pembahasan mendetail juga dilakukan terkait pendapatan yang diharapkan diperoleh Dinas Cukai Sri Lanka pada akhir tahun ini.