TRIBUNNEWS.COM, SRI LANKA - Sri Lanka bangkrut berakibat kepada semua lapisan masyarakat.
Tak hanya warga miskin.
Warga kelas menengah yang selama ini masih bisa merasakan makanan enak, belanja ke mall, liburan keluar kota, dan lainnya kini juga ikut sengsara.
Perekonomian warga kelas menengah ikut ambruk, merasakan hantaman keras krisis ekonomi.
Berikut kisah mereka seperti laporan Associated Press yang dikutip pada Kamis (22/6/2022).
Miraj Madushanka namanya.
Dia warga Sri Lanka yang tidak pernah menyangka akan membutuhkan jatah makanan dari pemerintah untuk memastikan keluarganya bisa makan dua kali sehari.
Baca juga: Sri Lanka Bangkrut, PM Ranil Wickremesinghe: Negara Jatuh ke Titik Terendah
Krisis ekonomi Sri Lanka yang terburuk dalam sejarah telah mengubah hidupnya dan banyak orang lain, termasuk bagi kelas menengah.
Keluarga yang selama ini tidak pernah harus berpikir dua kali tentang kebutuhan bahan bakar atau makanan.
Kini mereka sedang berjuang untuk mengatur makan tiga kali sehari dan mengurangi porsi makan agar bertahan hidup.
Berhari-hari Miraj Madushanka habiskan waktunya untuk mengantri untuk membeli bahan bakar yang langka, itu pun kalau ada.
Krisis ini memotong semua gaya hidup bertahun-tahun lalu yang pernah dialaminya dan dicita-citakan di seluruh Asia Selatan.
Sebuah negara kepulauan berpenduduk 22 juta orang, Sri Lanka kini jadi negara bangkrut setelah utang luar negerinya $51 miliar tak bisa dibayar.
Hampir tidak ada uang untuk mengimpor barang-barang kebutuhan rakyat seperti bensin, susu, gas, bahan makanan, dan kebutuhan lainnya.
Sebelum krisis melanda, Madushanka adalah seorang akuntan berusia 27 tahun yang sekolah di Jepang dan berharap bisa bekerja di sana.
Dia pindah kembali ke Sri Lanka di rumahnya pada tahun 2018 setelah ayahnya meninggal untuk menjaga ibu dan saudara perempuannya.
Madushanka menyelesaikan studinya di Jepang dan bekerja di bidang pariwisata.
Namun kehilangan pekerjaan akibat teror di negara itu pada 2019 yang mengguncang negara dan ekonominya.
Pekerjaan berikutnya hilang karena pandemi Covid-19. Dia sekarang bekerja untuk sebuah perusahaan manajemen, pekerjaan keempatnya dalam empat tahun terakhir.
Tetapi bahkan dengan gaji yang dapat diandalkan, dia hampir tidak bisa menghidupi keluarganya saat ini akibat krisis.
Harga pangan naik tiga kali lipat dalam beberapa pekan terakhir, bahkan harganya terus naik, memaksa keluarga tersebut untuk mencari bantuan beras dari pemerintah dan sumbangan dari kuil dan masjid Buddha terdekat.
Tabungan Madushanka habis.
"Saat ini, hanya ada cukup untuk bertahan hidup. Jika ada bulan di mana kami tidak mendapatkan manfaat tambahan dari luar, kami harus bertahan entah bagaimana," katanya.
Bahkan krisis masa lalu, seperti perang saudara selama hampir 30 tahun di Sri Lanka yang berakhir pada 2009 atau tsunami 2004 yang menghancurkan negara itu tidak separah sekarang ini.
Sampai saat ini, kelas menengah Sri Lanka, yang diperkirakan oleh para ahli antara 15 hingga 20 persen dari populasi perkotaan negara itu, umumnya menikmati keamanan dan kenyamanan ekonomi.
"Krisis ini benar-benar mengejutkan kelas menengah, memaksa mereka ke dalam kesulitan yang tidak pernah mereka alami sebelumnya, seperti mendapatkan barang-barang pokok, tidak tahu apakah mereka bisa mendapatkan bahan bakar meskipun harus mengantre berjam-jam," kata Bhavani Fonseka, seorang peneliti senior di Pusat Alternatif Kebijakan di Kolombo, ibu kota Sri Lanka.
"Mereka benar-benar tersentak tidak seperti waktu lainnya dalam tiga dekade terakhir," kata Fonseka.
Kelas menengah Sri Lanka mulai membengkak tahun 1970-an setelah ekonomi negara itu terbuka untuk lebih banyak perdagangan dan investasi.
Sejak itu, PDB per kapita Sri Lanka tumbuh mantap dengan PDB per kapita Sri Lanka melonjak lebih tinggi daripada banyak negara tetangganya.
"Ambisinya adalah memiliki rumah dan mobil, dapat menyekolahkan anak-anak Anda ke sekolah yang bagus, makan di luar setiap beberapa minggu dan berlibur ke sana-sini," kata ekonom Chayu Damsinghe. Tapi sekarang kelas menengah seperti kehilangan mimpinya,” tambahnya.
“Jika kelas menengah berjuang seperti ini, bayangkan betapa terpukulnya mereka yang lebih rentan,” kata Fonseka.
Protes berkecamuk sejak April, dengan para demonstran menyalahkan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan pemerintahnya atas kesalahan kebijakan yang melumpuhkan ekonomi dan menjerumuskan negara ke dalam kekacauan.
Bulan Mei, gelombang protes dengan kekerasan memaksa saudara laki-laki Rajapaksa dan Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa saat itu untuk mundur.
Penggantinya, Ranil Wickremesinghe, mengandalkan paket bail-out Dana Moneter Internasional dan bantuan dari negara-negara sahabat seperti India dan China untuk menjaga perekonomian tetap bertahan.
Dalam sebuah wawancara dengan Associated Press pekan lalu, Wickremesinghe mengatakan dia khawatir kekurangan pangan akan berlanjut hingga 2024 karena perang di Ukraina mengganggu rantai pasokan global, menyebabkan harga beberapa komoditas melonjak.
PM Sri Lanka Menyerah
Ekonomi Sri Lanka yang dibebani utang dinyatakan bangkrut setelah berbulan-bulan kekurangan makanan, bahan bakar dan listrik.
Hal itu dinyatakan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe kepada anggota parlemen, Rabu (22/6/2022), seperti dilansir Associated Press.
Pernyataan itu makin menegaskan situasi mengerikan negara itu saat mencari bantuan dari pemberi pinjaman internasional.
"Sri Lanka menghadapi situasi yang jauh lebih serius daripada sekadar kekurangan bahan bakar, gas, listrik dan makanan. Ekonomi kita benar-benar runtuh,” kata PM Ranil pada parlemen.
Meski krisis Sri Lanka dianggap yang terburuk, pernyataan PM Ranil bahwa ekonomi telah runtuh tidak menyebutkan perkembangan baru yang spesifik.
Anggota parlemen dari dua partai oposisi utama negara itu memboikot parlemen minggu ini untuk memprotes PM Ranil, yang menjadi perdana menteri lebih dari sebulan lalu sekaligus menteri keuangan, karena tidak memenuhi janjinya untuk mengubah perekonomian.
PM Ranil mengatakan Sri Lanka tidak dapat membeli bahan bakar impor, bahkan dengan uang tunai.
Sebabnya, utang besar oleh perusahaan minyak negara gagal dibayar kepada pemberi utang.
"Saat ini, Ceylon Petroleum Corporation berutang $700 juta," katanya kepada anggota parlemen.
“Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang mau menyediakan bahan bakar untuk kita. Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk uang tunai.”
PM Ranil menjabat setelah berhari-hari protes keras atas krisis ekonomi negara itu dan memaksa pendahulunya untuk mundur.
Dalam pernyataan pada Rabu, dia menyalahkan pemerintah sebelumnya karena gagal bertindak tepat waktu ketika cadangan devisa Sri Lanka menyusut.
Krisis mata uang asing menghambat impor, menyebabkan kelangkaan pangan, bahan bakar, listrik dan kebutuhan pokok lainnya seperti obat-obatan. Krisis itu juga memaksa orang untuk mengantre panjang untuk mendapatkan kebutuhan dasar.
“Jika langkah-langkah setidaknya diambil untuk memperlambat keruntuhan ekonomi di awal, kita tidak akan menghadapi situasi sulit hari ini. Tetapi kita kehilangan kesempatan ini. Kita sekarang melihat tanda-tanda kemungkinan jatuh ke titik terendah,” katanya.
Sejauh ini Sri Lanka bertahan, terutama didukung oleh jalur kredit senilai $4 miliar dari negara tetangga India. Namun PM Ranil mengatakan, India tidak akan mampu mempertahankan Sri Lanka agar bisa bertahan lebih lama.
Sri Lanka juga telah menerima janji $300 juta-$600 juta dari Bank Dunia untuk membeli obat-obatan dan barang-barang penting lainnya.
Sri Lanka mengumumkan mereka menangguhkan pembayaran utang luar negeri sebesar $7 miliar yang jatuh tempo tahun ini, sambil menunggu hasil negosiasi dengan Dana Moneter Internasional mengenai paket penyelamatan.
Sri Lanka harus membayar rata-rata $ 5 miliar per tahun hingga 2026.
PM Ranil mengatakan, bantuan IMF tampaknya menjadi satu-satunya pilihan negara itu sekarang.
Pejabat dari badan tersebut mengunjungi Sri Lanka untuk membahas paket penyelamatan. Kesepakatan tingkat staf kemungkinan akan dicapai pada akhir Juli.
“Kami telah menyelesaikan diskusi awal dan kami telah bertukar pikiran di berbagai sektor seperti keuangan publik, keuangan, keberlanjutan utang, stabilitas sektor perbankan dan jaringan jaminan sosial,” kata PM Ranil.
Perwakilan penasihat keuangan dan hukum untuk pemerintah tentang restrukturisasi utang, Lazard dan Clifford Chance, juga mengunjungi pulau itu dan tim dari Departemen Keuangan AS akan tiba minggu depan.