News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Penyakit Cacar Monyet

Dari Monkeypox hingga Polio, Inilah Mengapa Begitu Banyak Virus Menyerang Inggris

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi penyakit cacar monyet (Monkeypox). Dari monkeypox hingga polio, berikut penyebab banyaknya virus menyerang Inggris.

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Gordon Richardson, pria asal London Inggris bercerita awal mula mengetahui dirinya terkena polio.

Ia mengaku tidak ingat persis kapan kakinya tidak bisa digerakkan.

Namun, dirinya masih ingat menjalani perawatan selama 9 bulan di rumah sakit.

Saat itu, tubuhnya terbungkus plester dari area ketiak hingga jari kakinya.

"Mengerikan, saya tidak bisa bergerak," kata Richardson, yang kini berusia 69 tahun.

Ia pun mengenang momen pahit dalam hidupnya, saat berusia 3 tahun, dirinya pingsan ketika mengucapkan selamat malam kepada ayahnya.

Baca juga: Wabah Polio Menyebar di Pakistan, Pejabat Sebut Para Orang Tua Diperdaya Konspirasi

Itu adalah tanda pertama dirinya terinfeksi virus yang secara total mengubah jalan hidupnya, polio.

"Awalnya saya hampir lumpuh total, saya hanya bisa menggunakan kelopak mata kanan saya saja. Secara bertahap saya memulihkan penggunaan kepala, leher, bahu, sebagian besar lengan kiri dan setengah dari lengan kanan saya. Namun semua yang ada di bawah dada saya ini pada dasarnya lumpuh, saya sudah berada di kursi roda selama 66 tahun," jelas Richardson.

Richardson pun tidak berharap hal yang menimpanya ini terjadi pada orang lain.

Karena itu, ia mendorong agar pemberantasan polio bisa dilakukan secara optimal dan mendunia.

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Dapat Sebabkan Polio, Covid-19 dan Krisis Kesehatan Masyarakat

"Saya tidak berharap orang juga mengalami cacat seperti saya. Kita harus menangani kasus polio yang berasal dari vaksin Inggris secara cepat, sehingga kita dapat kembali fokus pada program pemberantasan global. Saya senang melihat penyakit mengerikan ini diberantas dari hidup saya dan semua orang," kata Richardson.

Dikutip dari laman The Telegraph, Senin (27/6/2022), polio yang merupakan penyakit menular yang tidak dapat disembuhkan dan terutama menyerang kelompok anak-anak ini, dinyatakan telah diberantas di Inggris pada 2003 lalu.

Saat ini, virus liar itu hanya beredar di Pakistan dan Afghanistan karena penerapan kampanye vaksinasi yang meluas.

Baca juga: PBB: Vaksinasi Polio untuk Seluruh Anak Afghanistan Dilakukan Mulai November

Namun pada Rabu lalu, Inggris mengumumkan insiden nasional setelah para ahli membunyikan alarm tentang deteksi polio yang diturunkan dari vaksin di sistem pembuangan limbah London.

Serangkaian hasil tes positif sejak Februari lalu menunjukkan ada penularan yang sedang berlangsung di timur laut London.

Namun polio bukanlah virus berbahaya dan bukan virus pertama yang tiba di Inggris dalam 6 bulan terakhir.

Karena selain virus corona (Covid-19), Inggris telah mendeteksi jenis flu burung H5 yang mematikan pada Januari lalu, demam Lassa pada Februari, demam berdarah Krimea-Kongo pada Maret, dan cacar monyet (Monkeypox) pada Mei 2022.

"Ada nama untuk apa yang kita lihat saat ini di Inggris dan di tempat lain. Ini adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan peristiwa kecil yang mungkin menandakan sesuatu yang lebih besar di cakrawala, penyakit menular bekerja dengan cara yang hampir sama," kata seorang Profesor Epidemiologi Penyakit Menular di Universitas Edinburgh, Prof Mark Woolhouse.

Obrolan terkait berbagai penyakit pun semakin menguat, beberapa terkait dengan peningkatan kesadaran terhadap penyakit menular pasca-Covid dan sistem pengawasan yang diperkuat.

Namun para ahli, termasuk Prof Anthony Fauci dari Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan 'era pandemi baru'.

Namun faktor-faktor pendorong penyebaran virus baru dan yang sudah ada saat ini 'bukan merupakan hal yang baru'.

Pertumbuhan populasi, ekonomi yang berkembang pesat dari negara-negara yang sebelumnya tidak berkembang, perambahan manusia ke dalam hutan dan pertumbuhan perdagangan satwa liar semuanya berperan dalam kemunculan virus-virus ini.

Perubahan iklim juga menggeser geografi penyakit.

Sebuah makalah pada awal tahun ini memperingatkan terkait kemungkinan adanya lonjakan yang 'berpotensi menghancurkan' dalam jumlah patogen baru yang melompat diantara mamalia selama 50 tahun ke depan.

Makalah ini memperkirakan 'minimal setidaknya akan ada 15.000' peristiwa limpahan baru pada 2070, jika suhu naik 2 derajat Celcius.

"Awal abad ke-21 telah menjadi badai yang sempurna untuk munculnya penyakit menular, dan semuanya mengarah pada kemungkinan semakin banyak wabah. Semua pemicu wabah semakin buruk, bukan lebih baik seiring waktu," tegas Prof Woolhouse.

Beberapa ahli mengatakan jumlah penyakit baru yang melanda Inggris dalam 6 bulan terakhir juga dapat dikaitkan dengan gangguan terkait pandemi, pelonggaran pembatasan, dan pergeseran pola migrasi dari Eropa pasca-Brexit (British Exit).

Sejak meninggalkan Uni Eropa (UE), imigrasi non-Uni Eropa telah berkembang pesat, dengan lebih banyak orang datang dari Asia dan Afrika.

"Orang-orang yang pergi dari negara ini ke negara lain dan kembali dari negara lain, mungkin merupakan pendorong terbesar fenomena impor penyakit,” kata seorang Profesor Kedokteran di University of East Anglia, Prof Paul Hunter.

Sementara Kepala Eksekutif Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI), Dr Richard Hatchett mengatakan bahwa Inggris juga merupakan salah satu pusat transportasi terkemuka di dunia, sehingga ini memungkinkan berbagai penyakit menyebar begitu cepat di negara itu.

"Dan kami baru-baru ini melihat lonjakan transportasi global setelah dua tahun tidak aktif (saat pandemi), memungkinkan infeksi menyebar secara cepat," tegas Dr Hatchett.

Pada Februari lalu, seorang bayi meninggal karena mengalami demam Lassa di rumah sakit di Bedfordshire.

Bayi itu merupakan satu dari tiga orang yang tertular virus hemoragik saat berada di Afrika Barat.

Sebulan kemudian, seorang wanita dengan riwayat perjalanan baru-baru ini ke Asia didiagnosis mengalami demam berdarah Krimea-Kongo, virus tick-borne terkait dengan tingkat kematian mencapai 40 persen.

Sementara itu, penyebaran Monkeypox yang cepat di seluruh dunia yakni sekitar 3.700 kasus yang dikonfirmasi dan telah dilaporkan terjadi di luar negara endemik, juga diduga terkait dengan perjalanan.

Kasus pertama Monkeypox yang diketahui di Inggris, di mana 813 kasus telah dilaporkan, dikaitkan dengan Nigeria.

Banyak kasus Monkeypox telah dikaitkan dengan rave baru-baru ini, aktivitas pesta seks dan sauna dewasa yaang tersebar di seluruh Eropa.

"Orang-orang yang bepergian lebih bebas lagi (pasca-Covid), termasuk mereka yang berada di berbagai jaringan seksual mungkin telah meningkatkan kemampuan virus ini untuk menyebar diantara populasi global yang lebih besar," kata Ahli Virologi Klinis di Universitas Leicester, Dr Julian Tang.

Dalam kasus polio, para ilmuwan belum yakin terkait bagaimana virus itu dapat mencapai sistem pembuangan kotoran di London.

Namun kemungkinan itu bisa saja berasal dari salah satu negara yang masih menggunakan inokulasi polio yang mengandung versi virus yang dilemahkan, karena jenis yang terdeteksi ini berasal dari vaksin.

Segelintir negara itu termasuk diantaranya Pakistan, Afghanistan dan beberapa negara di benua Afrika.

Jadi apa yang dapat terjadi selanjutnya?

Beberapa menyoroti penyakit termasuk flu yang melonjak di Australia setelah ditekan oleh aturan pembatasan Covid-19 serta virus menular seperti campak.

"Gangguan terkait Covid-19 pada kampanye vaksinasi juga mempengaruhi pengendalian infeksi. Campak dengan penularannya yang tinggi pada populasi yang rentan, membuat penyakit ini sering menjadi penyebab utama menurunnya kesehatan masyarakat," kata Ahli Epidemiologi di London School of Hygiene and Tropical Medicine, Prof Adam Kucharski.

Sementara potensi kedatangan 'Penyakit X' berikutnya hampir mustahil untuk diprediksi.

"Kita memang perlu memperhatikan, untuk memperkuat kesiapsiagaan pandemi dan menjaga sistem pengawasan kita," kata Prof Hunter.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini