TRIBUNNEWS.COM - Kelompok peretas Rusia, Killnet mengklaim bertanggung jawab atas serangan siber penolakan layanan secara terdistribusi (serangan DDoS) di Lithuania.
Dilansir Al Jazeera,Killnet mengatakan, operasi tersebut sebagai tanggapan atas keputusan Lituania untuk memblokir transit beberapa barang yang dikenai sanksi ke Kaliningrad.
Kaliningrad adalah wilayah eksklave paling barat Rusia, yang berarti tidak berbatasan dengan daratan Rusia.
Pusat Keamanan Cyber Nasional negara Baltik dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertahanan mengatakan, lembaga negara dan swasta Lithuania terkena serangan cyber denial-of-service pada Senin (27/6/2022).
Baca juga: Pidato Putin di SPIEF: Tertunda 90 Menit karena Serangan Siber, Salahkan Barat Atas Ekonomi Rusia
"Sangat mungkin serangan dengan intensitas yang sama atau lebih besar akan berlanjut dalam beberapa hari mendatang, terutama di sektor transportasi, energi, dan keuangan," kata pusat tersebut.
"Jaringan aman yang digunakan oleh lembaga-lembaga negara Lituania termasuk di antara mereka yang terpengaruh," tambahnya.
Seorang juru bicara kelompok peretas Rusia, Killnet kemudian mengonfirmasi, mereka berada di balik serangan siber, lapor Reuters.
Ketika ditanya apakah serangan itu sebagai pembalasan atas Lithuania yang memblokir transit barang yang disetujui oleh Uni Eropa ke Kaliningrad, juru bicara kelompok Killnet mengatakan: "Ya".
Larangan transit barang
Serangan ini mengikuti larangan Lituania terkait transit barang yang disetujui oleh UE ke Kaliningrad.
Tindakan ini membuat Moskow marah dan yang menjanjikan tanggapan "praktis" kepada Lithuania atas tindakannya.
Kementerian Luar Negeri Rusia telah menuntut pencabutan pembatasan kepada Lithuania.
Daftar barang yang dilarang termasuk batu bara, logam, bahan bangunan, dan teknologi canggih.
"Jika dalam waktu dekat transit kargo antara wilayah Kaliningrad dan seluruh wilayah Federasi Rusia melalui Lithuania tidak dipulihkan sepenuhnya, maka Rusia berhak mengambil tindakan untuk melindungi kepentingan nasionalnya," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan pekan lalu.