TRIBUNNEWS.COM, MUNICH - Para pemimpin Kelompok Tujuh (G7) pada hari Minggu lalu berjanji untuk mengumpulkan dana swasta dan publik selama 5 tahun sebesar 600 miliar dolar Amerika Serikat (AS), untuk membiayai infrastruktur yang dibutuhkan negara-negara berkembang.
Terutama untuk melawan proyek Belt and Road Initiative (BRIF) China yang lebih tua dan bernilai triliunan dolar AS.
Dikutip dari laman www.newsfirst.lk, Rabu (29/6/2022), Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin G7 lainnya meluncurkan kembali 'Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global' yang baru saja berganti nama.
Hal ini diumumkan pada pertemuan tahunan mereka yang diadakan tahun ini di Schloss Elmau di Jerman selatan.
Biden mengatakan bahwa AS akan memobilisasi 200 miliar dolar AS dalam bentuk hibah, dana federal dan investasi swasta selama 5 tahun untuk mendukung proyek-proyek di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Baca juga: Negara G7 Desak China dan India Turut Menghukum Rusia, Agar Perang di Ukraina Segera Berakhir
Ini dilakukan agar mereka dapat membantu mengatasi perubahan iklim serta meningkatkan kesehatan global, kesetaraan gender dan infrastruktur digital.
"Saya ingin ini menjadi jelas, ini bukan bantuan atau amal, ini adalah investasi yang akan memberikan hasil bagi semua orang. Ini akan memungkinkan negara-negara untuk melihat manfaat nyata dari 'bermitra dengan demokrasi'," kata Biden.
Ia pun menekankan bahwa dana ratusan miliar dolar tambahan dapat berasal dari bank pembangunan multilateral, lembaga keuangan pembangunan, dana kekayaan negara dan sumber lainnya.
Sementara itu, Eropa pun akan memobilisasi 300 miliar euro untuk prakarsa selama periode yang sama demi membangun alternatif berkelanjutan, menandingi skema BRIF China yang diluncurkan Presiden China Xi Jinping pada 2013 lalu.
Seperti yang disampaikan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam pertemuan itu.
Para pemimpin Italia, Kanada dan Jepang juga berbicara tentang rencana mereka, beberapa diantaranya telah diumumkan secara terpisah.
Namun dalam pertemuan itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri (PM) Inggris Boris Johnson tidak hadir.
Kendati demikian, negara mereka turut berpartisipasi.