Melalui kebijakan ekonomi tersebut, Jepang ingin meningkatkan stimulus fiskal dalam negeri melalui pengeluaran pemerintah dan juga mencapai reformasi struktural dalam perekonomian Jepang.
Strategi reformasi (pertumbuhan) struktural pun dirancang oleh pemerintah Jepang dan ini dilengkapi dengan peningkatan pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya menarik negara itu keluar dari deflasi.
Di Jepang, tahun 1990-an ditandai sebagai 'dekade yang hilang' karena itu adalah periode di mana Jepang tengah mengalami stagnasi ekonomi yang luar biasa.
Baca juga: Kenang Shinzo Abe, Jokowi Ucapkan Duka untuk Mantan PM Jepang
Hal ini mengakibatkan defisit anggaran yang sangat besar bagi pihak pemerintah Jepang.
Cukup banyak teknik yang telah dikerahkan pemerintah dan ekonom pada periode itu, untuk mengeluarkan ekonomi Jepang dari situasi ekonomi yang buruk.
Misalnya pada 1998, seorang ekonom bernama Paul Krugman berpendapat bahwa pemotongan suku bunga jangka panjang dan peningkatan pengeluaran dapat membantu meningkatkan ekspektasi inflasi di negara tersebut.
Sebuah metode pelonggaran kuantitatif juga diadopsi pada awal 2005, namun upaya ini sama sekali tidak mengakhiri deflasi.
Lalu ada upaya lain yang dilakukan untuk menyelamatkan ekonomi yang tercatat antara 2006 hingga 2009.
Baca juga: Para Pemimpin Dunia Kirim Ucapan Belasungkawa atas Kematian Mantan PM Jepang Shinzo Abe
Abenomics dikenal sebagai program Abe dalam memulai awal periode keduanya saat menjabat kembali sebagai Perdana Menteri Jepang.
Masa jabatan pertama Abe sebagai Perdana Menteri dimulai pada 2006 hingga 2007.
Namun, saat ia kembali menjabat untuk masa jabatan kedua pada 2012, Abe datang dengan kebijakan ekonomi yang kemudian berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi deflasi yang dialami Jepang.
Untuk menghidupkan kembali ekonomi Jepang yang stagnan, Abe memberlakukan Abenomics sebagai strategi kebangkitan ekonomi yang memiliki tiga komponen utama, yakni kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan reformasi struktural atau strategi pertumbuhan.
Kebijakan moneter berkisar pada produksi mata uang tambahan antara 60 triliun hingga 70 triliun yen.
Lalu kebijakan keduanya adalah meningkatkan pengeluaran pemerintah yang pada gilirannya akan menciptakan stimulus fiskal.