TRIBUNNEWS.COM, KYIV/BAKHMUT - Presiden Rusia Vladimir Putin melontarkan lagi serangan lisan ke negara-negara Eropa dan sekutunya termasuk Amerika Serikat.
Vladimir Putin mengatakan, Barat telah melakukan agresi puluhan tahun terhadap Moskow. Karenanya, Putin memperingatkan Barat, jika AS ingin mencoba mengalahkan Rusia di medan perang, silakan dicoba.
Tapi Barat harus siap menerima konsekuensinya, langkah itu akan mendatangkan tragedi bagi Ukraina.
Vladimir Putin menyampaikan peringatan tersebut saat Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov akan menggelar pertemuan tertutup menteri luar negeri pada pertemuan G20 di Indonesia pada hari Jumat (8/7/2022).
Mengutip Reuters, ini akan menjadi pertemuan pertama kalinya diplomat top Putin bertatap muka dengan penentang paling vokal dari invasi Rusia ke Ukraina yang dilancarkan pada bulan Februari.
"Kami telah mendengar berkali-kali bahwa Barat ingin melawan kami sampai Ukraina terakhir. Ini adalah tragedi bagi rakyat Ukraina, tetapi tampaknya semuanya menuju ke arah ini," kata Putin dalam pidato yang disiarkan televisi kepada para pemimpin parlemen.
Putin menambahkan, Barat telah gagal dalam upayanya untuk menahan Rusia. Dan sanksinya terhadap Moskow telah menyebabkan kesulitan tetapi tidak pada skala yang dimaksudkan.
Baca juga: Vladimir Putin Deklarasikan Kemenangan di Provinsi Luhansk Ukraina
"Rusia tidak menolak pembicaraan damai, tetapi semakin jauh konflik berlanjut, semakin sulit untuk mencapai kesepakatan," katanya.
Sebelumnya, Kyiv kehilangan salah satu pendukung internasional utamanya setelah Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan dirinya akan mengundurkan diri.
Ukraina sendiri sangat mengharapkan dukungan Inggris untuk melanjutkan perjuangan dan berterima kasih kepada Johnson karena membela kepentingan Ukraina.
Baca juga: Rusia Berang PM Inggris Boris Johnson Andaikan Presiden Vladimir Putin Sebagai Wanita
Sebaliknya, Moskow tidak menyembunyikan kegembiraannya atas kematian politik Boris Johnson yang telah lama Rusia kritik karena selama ini sengaja mempersenjatai Kyiv dengan penuh semangat.
Dalam panggilan telepon, Boris Johnson mengatakan kepada Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy, "Kamu adalah pahlawan, semua orang mencintaimu," kata juru bicara Johnson.
Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba menggambarkan Perdana Menteri Inggris sebagai "teman sejati Ukraina" karena menjadi salah satu pemimpin dunia pertama yang secara tegas mengutuk invasi dan juga membantu Ukraina mempertahankan diri dan akhirnya memenangkan perang ini di masa depan.
Baca juga: Vladimir Putin Ambil Alih Proyek Gas Alam Sakhalin-2, Perusahaan Jepang Terancam Merugi
Pengunduran diri Boris Johnson terjadi pada saat gejolak domestik di beberapa negara Eropa lainnya yang mendukung Kyiv dan keraguan tentang daya tahan mereka untuk apa yang telah menjadi konflik yang berlarut-larut.
Pasukan Rusia di Ukraina timur sementara itu terus menekan pasukan Ukraina yang berusaha mempertahankan garis di sepanjang perbatasan utara wilayah Donetsk, sebagai persiapan untuk mengantisipasi serangan yang lebih luas terhadapnya.
Setelah merebut kota Lysychansk pada hari Minggu dan secara efektif memperkuat kontrol total mereka atas wilayah Luhansk Ukraina, Moskow telah menjelaskan pihaknya berencana untuk merebut bagian dari wilayah tetangga Donetsk yang belum direbut.
Kyiv masih menguasai beberapa kota besar.
Walikota Kramatorsk di kota Donetsk mengatakan pasukan Rusia telah menembakkan rudal ke pusat kota dalam serangan udara pada hari Kamis dan setidaknya satu orang tewas dan enam lainnya terluka.
Pavlo Kyrylenko, gubernur wilayah Donetsk, mengatakan rudal itu telah merusak enam bangunan termasuk sebuah hotel dan sebuah blok apartemen di pusat industri besar itu.
Reuters tidak dapat secara independen memverifikasi pernyataan tersebut.
Rusia membantah menargetkan warga sipil dalam apa yang disebutnya "operasi militer khusus" untuk mendemiliterisasi Ukraina, membasmi nasionalis berbahaya, dan melindungi penutur bahasa Rusia.
Ukraina dan sekutunya mengatakan Rusia melancarkan perampasan tanah bergaya kekaisaran dengan invasi Februari, memulai konflik terbesar di Eropa sejak Perang Dunia Kedua yang telah menewaskan ribuan orang, membuat jutaan orang mengungsi, dan meratakan kota-kota.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie | Sumber: Kontan