TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan sanksi lanjutan yang disiapkan Barat (Amerika Cs) kepada negaranya berisiko memicu bencana kenaikan harga energi bagi konsumen di seluruh dunia.
Berbicara kepada para pemimpin industri minyak dan gas Rusia, Jumat (8/7/2022), Putin menyatakan seruan Barat (Amerika Cs) untuk mengurangi ketergantungan pada energi Rusia telah membuat harga di pasar global “bergejolak”.
Pelanggan Uni Eropa mengungkapkan ingin menghentikan pasokan gas dari Rusia.
Sementara para pemimpin negara maju Kelompok Tujuh (G7) mengatakan bulan lalu mereka ingin mengeksplorasi "batas harga" pada bahan bakar fosil Rusia, termasuk minyak.
"Pembatasan sanksi terhadap Rusia menyebabkan lebih banyak kerusakan pada negara-negara yang memberlakukannya," kata Putin kepada tokoh industri termasuk CEO Rosneft Igor Sechin dan Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak.
Baca juga: Siapkan Strategi Baru, Rusia Diduga Kumpulkan Pasukan Cadangan di Dekat Ukraina
"Penggunaan sanksi lebih lanjut bisa menyebabkan konsekuensi yang lebih parah, tanpa berlebihan, bahkan bencana, di pasar energi global," tegasnya seperti dikutip Al Jazeera.
"Kami tahu bahwa Eropa sedang mencoba untuk menggantikan sumber energi Rusia," ujar Putin.
"Namun, kami berharap, hasil dari tindakan tersebut adalah kenaikan harga gas di pasar spot dan peningkatan biaya sumber daya energi untuk konsumen akhir".
Dalam beberapa bulan terakhir, Rusia telah memutus aliran gas ke Bulgaria, Polandia, Finlandia, serta perusahaan Denmark Orsted, perusahaan Belanda Gasterra dan Shell untuk kontrak dengan Jerman.
Langkah Rusia itu dilakukan setelah negara-negara dan perusahaan-perusahaan itu menolak permintaan untuk beralih ke pembayaran dalam rubel sebagai tanggapan atas sanksi Eropa.
Putin mengungkapkan “blitzkrieg” ekonomi Barat telah gagal tetapi mengakui kerusakan telah terjadi pada ekonomi senilai US$ 1,8 triliun.
"Kita harus merasa percaya diri, tapi Anda harus melihat risikonya, risikonya masih ada," ungkap Putin.
Sanksi Barat yang diberikan ke Rusia sejak menyerang Ukraina pada 24 Februari lalu, telah merusak harga energi dan pangan bahkan mengancam pertumbuhan ekonomi global.
Rusia memiliki kontribusi besar di dalam pasar energi.