Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLOMBO - Ketidakstabilan politik yang berkepanjangan di Sri Lanka diklaim dapat menunda kemajuan negosiasi dengan International Monetary Fund (IMF) terkait pemberian paket dana talangan (bailout).
Pernyataan ini disampaikan Gubernur Bank Sentral Sri Lanka, Dr Nandalal Weerasinghe pada Senin waktu setempat, setelah para pengunjuk rasa memaksa Presiden dan Perdana Menteri mengundurkan diri dari jabatannya.
"Saya ingin memiliki pemerintahan politik yang stabil secepatnya," kata Weerasinghe.
Baca juga: Oposisi Sri Lanka Rancang Pemerintahan Baru Pasca Mundurnya Presiden dan Perdana Menteri
Sebelumnya, IMF mengharapkan adanya resolusi untuk kekacauan politik yang terjadi di Sri Lanka.
Dikutip dari lamanĀ www.adaderana.lk, Senin (11/7/2022), resolusi tersebut diharapkan dapat memungkinkan dimulainya kembali pembicaraan untuk pemberian paket dana talangan (bailout) setelah berlangsungnya aksi unjuk rasa penuh kekerasan di negara yang bangkrut itu.
Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa pun mengaku akan mengundurkan diri pada Rabu mendatang, setelah ribuan pengunjuk rasa menyerbu kediaman resmi dan sekretariatnya pada Sabtu lalu.
Para pengunjuk rasa itu juga membakar kediaman pribadi Perdana Menteri (PM) Ranil Wickremesinghe.
Baca juga: Demonstran Sri Lanka Temukan Uang Jutaan Rupee di Rumah Presiden Gotabaya Rajapaksa
"Kami berharap resolusi situasi saat ini yang akan memungkinkan dimulainya kembali dialog kami tentang program yang didukung IMF," kata IMF dalam sebuah pernyataan.