News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Resesi Ekonomi

Termasuk Indonesia, Ini Daftar Negara yang Berpotensi Resesi dan Presentasenya

Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Sri Juliati
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Termasuk Indonesia, ini daftar negara yang berpotensi resesi dan persentasenya. Resesi mengancam sejumlah negara hingga tahun depan.

TRIBUNNEWS.COM - Berikut ini negara yang terancam resesi menurut survei Bloomberg.

Indonesia termasuk dalam daftar 15 negara terancam resesi.

Selain Sri Lanka, sejumlah negara di dunia juga terancam resesi akibat dari ketidakseimbangan ekonomi global.

Menurut KBBI, resesi adalah kelesuan dalam kegiatan dagang, industri, dan sebagainya (seolah-olah terhenti).

Contoh dampak resesi adalah meningkatnya pengangguran, terutama di kalangan pekerja berketerampilan rendah.

Keadaan ini mungkin dapat memicu PHK dari perusahaan  bahkan instansi pemerintah untuk mengurangi pengeluaran, dikutip dari Business-Standard.

Baca juga: Amerika Serikat Sedang Masuki Resesi Ringan, Ini Tanda-tandanya

15 Negara Terancam Resesi versi Bloomberg

Dikutip dari Kompas TV, berikut peringkat secara berurutan dari nomor 1-15 yaitu:

1. Sri Lanka

2. New Zealand

3. Korea Selatan

4. Jepang

5. China

6. Hongkong

7. Australia

8. Taiwan

9. Pakistan

10. Malaysia

11. Vietnam

12. Thailand

13. Flipina

14. Indonesia

15. India

Sri Lanka menempati posisi pertama sebagai negara yang berpotensi resesi, dengan persentase 85 persen.

New Zealand terancam resesi 33 persen, Korea Selatan dan Jepang 25 persen.

China, Hongkong, Australia, Taiwan, dan Pakistan juga terancam resesi 20 persen.

Malaysia, Vietnam, Thailand sebanyak 10 persen.

Filipina 8 persen, Indonesia terancam resesi 3 persen, dan India 0 persen.

Baca juga: Bill Gates: Sinyal Munculnya Resesi Sangat Kuat, Ajak Tetap Optimis dalam Jangka Panjang

Menteri Keuangan, Sri Mulyani memberikan keterangan usai mendampingi Presiden Joko Widodo menerima sejumlah pimpinan Bank Dunia di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (16/2/2022).  Sri Mulyani Indrawati menanggapi hasil survei Bloomberg, mengatakan kondisi di Indonesia masih jauh lebih baik dari negara lain.(Tribunnews/HO/Biro Pers Setpres/Muchlis Jr)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi hasil survei Bloomberg, mengatakan kondisi di Indonesia masih jauh lebih baik dari negara lain.

Bendahara Negara itu menggambarkan ancaman resesi Indonesia yang hanya 3 persen.

Hal ini mengindikasikan neraca pembayaran, APBN, ketahanan dari DGP, dan sisi korporasi maupun dari rumah tangga serta monetery policy relatif dalam situasi yang lebih baik daripada negara-negara lain.

Meski angka ancaman resesi kecil, Sri Mulyani menegaskan agar tidak terlena dengan kondisi perekonomian yang baik.

Menurutnya, kenaikan inflasi masih menjadi ancaman bagi Indonesia dan negara lainnya.

Negara maju lainnya juga berpotensi mengalami deflasi, termasuk negara maju yang disebutkan Bloomberg dalam daftar di atas.

New Zealand, Korea Selatan, Jepang, China, Hongkong, Australia yang tingkat inflasinya rendah juga berpotensi mengalami deflasi.

Sri Mulyani mengatakan, Kementerian Keuangan akan terus waspada dan berhati-hati dalam membuat peraturan, mengingata adanya ancaman ketidakpastian global.

Risiko ekonomi global yang menghantui sejumlah negara di dunia yaitu inflasi dan resesi (stagflasi) yang akan berlangsung hingga tahun depan.

Kebijakan moneter dan fiskal akan menjadi perhatian serius dari Kemenkeu saat ini.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga akan memonitor peraturan dari pihak korporasi Indonesia.

Baca juga: Tanda-tanda Eropa Mulai Resesi, Nilai Tukar 1 Euro Setara 1 Dolar AS

Resesi Global

Ilustrasi dolar AS (freepik)

Resesi di sejumlah negara di atas adalah buntut dari resesi yang terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk Eropa.

Negara-negara Eropa saat ini diyakini sedang mengalami masa resesi, yang ditandai dengan merosotnya nilai tukar Euro terhadap Dollar Amerika Serikat.

Nilai tukar 1 Euro sama dengan 1 dolar AS.

Artinya, perusahaan dan konsumen Eropa akan membayar lebih untuk barang dan jasa yang mereka impor.

Hal ini mengakibatkan ekspor Eropa menjadi lebih murah di pasar Internasional.

Euro telah mengalami penurunan nilai sejak awal Februari 2022, ketika nilai tukarnya lebih dari 1,13 dolar AS per euro.

Pelemahan Euro semakin tinggi pada beberapa minggu terakhir ini karena Rusia, penyedia energi utama UE, akan sepenuhnya memangkas aliran gas di Eropa.

(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti/Choirul Arifin)(Kompas TV/Dina Karina)

Artikel lain terkait Ancaman Resesi

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini