Pengeluaran pertahanan lebih tinggi untuk mempertahankan superioritas militer sambil memperluas apa yang disebut “kekuatan lunak” membangun hubungan dengan negara-negara berkembang.
Beberapa waktu lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin juga sudah memperingatkan, tata dunia tidak akan kembali lagi seperti sebelum konflik Ukraina pecah.
“Mereka yang percaya keadaan akan kembali seperti semula sebelum pecahnya konflik di Ukraina adalah salah,” kata Vladimir Putin.
“Adalah kesalahan untuk menyarankan bahwa masa-masa perubahan yang bergejolak dapat ditunggu dan semuanya akan kembali normal; bahwa semuanya akan seperti apa adanya. Tidak akan," tegas Putin di Forum Ekonomi Internasional Saint Petersburg (SPIEF).
“Perubahan yang sedang dialami dunia saat ini bersifat fundamental, radikal, dan tidak dapat diubah,” tambahnya.
Namun, elite penguasa di beberapa negara barat menolak untuk memperhatikan perubahan yang jelas ini dan memilih untuk berpegang teguh pada bayang-bayang masa lalu.
“Misalnya, mereka percaya dominasi barat dalam politik dan ekonomi global adalah nilai yang konstan dan abadi,” kata Putin. Tapi “tidak ada yang abadi,” dia mengingatkan semua orang.
Sejak mengklaim kemenangan dalam Perang Dingin pada awal 1990-an, AS telah "mendeklarasikan dirinya sebagai utusan Tuhan di Bumi, yang tidak memiliki kewajiban, tetapi hanya kepentingan, dan kepentingan itu dinyatakan suci," kata Putin.
Namun, gagasan tentang dunia unipolar pada intinya cacat, menurut pemimpin Rusia itu, karena norma-norma hubungan internasional tidak selalu dapat ditafsirkan untuk mendukung satu negara, “bahkan jika itu adalah negara yang kuat.”
Tampaknya Washington menolak untuk melihat pusat kekuasaan baru yang muncul dalam beberapa dekade terakhir.
“Kekuasaan yang memiliki hak untuk melindungi kepentingan mereka dan memastikan kedaulatan nasional mereka," kata Putin.
Barat yang dipimpin Amerika kini tengah berusaha memperbaiki hubungan dan pengaruhnya. Presiden AS Joe Biden melakukan lawatan ke Timur Tengah dan secara khusus ke Saudi Arabia.
Biden memastikan dukungan ke Israel, sekaligus ingin mempengaruhi Saudi Arabia dalam beberapa pokok isu, terutama energi.
AS berusaha mendorong Saudi meningkatkan kapasitas produksi minyak, menyusul sanksi-sanksi barat yang berdampak pada masalah pasokan energi migas dari Rusia.