TRIBUNNEWS.COM - Mantan Panglima Tertinggi Sekutu NATO, James Stavridis, menilai perang Rusia-Ukraina kemungkinan akan memiliki resolusi mirip dengan Perang Korea di tahun 1950-an.
James Stavridis juga memprediksi konflik antara Rusia dan Ukraina ini akan berakhir dalam empat hingga enam bulan.
Bicara dengan John Catsimatidis di stasiun berita WABC, Stavridis mengatakan bahwa konflik menjadi "macet di kedua sisi."
"Ukraina melakukan perlawanan yang sangat kuat. Rencana perang Putin terbukti tidak terlalu efektif. Dia telah memperoleh sedikit wilayah atas apa yang dia mulai konflik dengannya," kata Stavridis pada Minggu (17/7/2022), dikutip dari Newsweek.
"Tapi, saya melihat yang satu ini menuju berakhirnya Perang Korea, yang berarti gencatan senjata, zona militer antara kedua belah pihak, permusuhan yang berkelanjutan, semacam konflik yang membeku. Lihat dalam empat hingga enam bulan. Tidak ada pihak yang dapat mempertahankannya lebih dari itu," tambahnya.
Awal pekan ini, para pejabat di Departemen Pertahanan AS mengatakan senjata yang dipasok AS ke Ukraina berdampak signifikan terhadap pasukan Rusia.
Baca juga: Presiden Ukraina Pecat Kepala Keamanan dan Jaksa Agung, Sebut Ada Kerja Sama dengan Rusia
Seorang pejabat Pentagon mengatakan pers pada Jumat lalu, bahwa Ukraina menghabiskan banyak waktu untuk menyerang target berupa amunisi, pasokan logistik, komando, hingga kontrol musuh.
Pada Minggu setelahnya, Rusia mengklaim telah sukses menghancurkan senjata NATO dalam serangannya.
Kementerian Pertahanan di Moskow mengumumkan pasukannya telah menghancurkan sebuah gudang yang menyimpan rudal Harpoon dan sebuah kendaraan baja dengan HIMARS (Sistem Roket Artileri Mobilitas Tinggi).
HIMARS merupakan senjata mematikan yang diberikan Amerika kepada Ukraina.
Stavridis sebelumnya menilai Rusia menunjukkan ketidakmampuannya selama perang setelah kehilangan beberapa jenderal.
"Dalam sejarah modern, tidak ada situasi yang sebanding dengan kematian para jenderal," katanya pada awal Mei ini.
Pekan lalu, pejabat Inggris menyebut Rusia mempersenjatai militernya yang dikumpulkan di dekat Ukraina dengan peralatan yang usang dan tidak layak.
"Meskipun Presiden Putin mengklaim pada 7 Juli 2022 bahwa militer Rusia 'belum memulai' upayanya di Ukraina, banyak dari bala bantuannya adalah pengelompokan ad hoc yang dikerahkan dengan peralatan usang atau tidak sesuai," kata Kementerian Pertahanan Inggris dalam sebuah laporan intelijen.