News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Sri Lanka Bangkrut

Sri Lanka Perpanjang Keadaan Darurat di Tengah Maraknya Aksi Protes yang Menuntut Perbaikan Ekonomi

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang demonstran berinteraksi dengan personel satuan tugas khusus (kanan) Polisi yang berjaga saat memblokir jalan saat demonstran mengambil bagian dalam pawai protes terhadap Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe menuju kantor sekretariat Presiden di Kolombo pada 22 Juli 2022. Parlemen Sri Lanka kembali memperpanjang keadaan darurat sebagaimana yang telah diumumkan oleh Presiden Ranil Wickremesinghe. (Photo by Arun SANKAR / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Parlemen Sri Lanka kembali memperpanjang keadaan darurat sebagaimana yang telah diumumkan oleh Presiden Ranil Wickremesinghe.

Para demonstran terus melakukan aksi kekerasan mendesak pemerintahan baru agar segera membawa Sri Lanka keluar dari krisis ekonomi.

Pekan lalu, Ranil Wickremesinghe telah mengumumkan keadaan darurat di ibukota Sri Lanka, Kolombo untuk mengantisipasi kericuhan dalam pemilihan presiden baru setelah Gotabaya Rajapaksa mengundurkan diri sebagai presiden Sri Lanka kala itu.

Baca juga: Singapura Perpanjang Masa Tinggal Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa

Namun, partai-partai oposisi justru mengkritik keadaan darurat yang diumumkan oleh Wickremesinghe dalam upaya untuk meredam perbedaan pendapat.

Dikutip dari Aljazeera, Kamis (28/7/2022) sehari setelah terpilihnya Wickremesinghe sebagai presiden baru Sri Lanka, militer menyerbu dan membongkar kamp-kamp yang telah didirikan para pengunjuk rasa selama lebih dari 100 hari di seberang kantor presiden, beberapa pengunjuk rasa juga dipukuli.

Pihak kepolisian Sri Lanka mengatakan dalam pernyataan terpisah pada hari Rabu (27/7/2022) bahwa mereka telah menangkap aktivis Kusal Sandaruwan dan Weranga Pushpika atas tuduhan pertemuan yang melanggar hukum.

Sementara itu, seorang aktivis lainnya bernama Dhaniz Ali juga ditangkap ketika dia menaiki sebuah pesawat untuk menuju ke Dubai pada Selasa (26/7) malam.

Polisi mengatakan, ada surat perintah atas penangkapan Dhaniz Ali sehubungan dengan kasus pengadilan hakim, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Krisis Ekonomi Sri Lanka

Sri Lanka, negara yang berpenduduk sekitar 22 juta jiwa telah dilanda krisis ekonomi terburuk dalam beberapa bulan terakhir.

Sri Lanka dihadapkan pada kekurangan bahan bakar, makanan dan obat-obatan. Krisis itu semakin diperparah oleh pinjaman dalam jumlah besar yang tidak mampu dibayarkan oleh negara itu.

Akibat krisis itu, Sri Lanka memilih untuk menangguhkan pembayaran pinjaman luar negerinya senilai 51 miliar dolar AS, di mana 28 miliar dolar AS harus dibayar pada tahun 2027.

Baca juga: Potret Kelam Krisis Sri Lanka: Kekurangan Makanan hingga Rumah Sakit yang Nyaris Tak Bisa Beroperasi

Di sisi lain, Pemerintah Sri Lanka sedang mempersiapkan rencana restrukturisasi utang, sebagai syarat kesepakatan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk bailout.

Kekerasan terhadap Pengunjuk Rasa di Sri Lanka

Human Rights Watch (HRW), kelompok hak asasi manusia internasional telah mendesak Presiden baru Sri Lanka Ranil Wickremesinghe segera memerintahkan pasukan keamanan menghentikan semua penggunaan kekuatan yang melanggar hukum terhadap pengunjuk rasa.

Seperti diketahui, warga Kolombo turun ke jalan berdemonstrasi atas krisis ekonomi negara itu.

Pasukan bersenjata dan polisi tiba dengan truk dan bus pada Jumat (22/7/2022) untuk membersihkan kamp protes utama di dekat kediaman resmi presiden di ibukota, Kolombo, sehari setelah Presiden Ranil Wickremesinghe dilantik.

Dikutip Al Jazeera, meskipun pengunjuk rasa telah mengumumkan bahwa mereka akan mengosongkan lokasi secara sukarela setelah melakukan aksi duduk selama lebih dari 100 hari.

Baca juga: 3 Orang Ditangkap Saat Hendak Menjual Barang Hasil Curian dari Rumah Presiden Sri Lanka

Pasukan bergerak masuk dan mulai menyerang demonstran dengan tongkat dan memindahkan tenda dan blok di sepanjang jalan menuju Rumah Presiden.

Pasukan keamanan menangkap 11 orang, termasuk pengunjuk rasa dan pengacara.

Dua wartawan dan dua pengacara juga diserang oleh tentara dalam tindakan keras itu.

Human Rights Watch mengatakan insiden itu "mengirim pesan berbahaya kepada rakyat Sri Lanka bahwa pemerintah baru bermaksud untuk bertindak melalui kekerasan daripada aturan hukum".

“Langkah-langkah yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebutuhan ekonomi masyarakat Sri Lanka menuntut pemerintah yang menghormati hak-hak dasar,” Direktur Asia Selatan di Human Rights Watch Meenakshi Ganguly mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (23/7/2022).

“Mitra internasional Sri Lanka harus mengirimkan pesan dengan lantang dan jelas bahwa mereka tidak dapat mendukung pemerintahan yang menginjak-injak hak rakyatnya,” tambahnya.

Baca juga: Kelompok Hak Asasi Manusia Kecam Tindakan Kekerasan Militer Sri Lanka Terhadap Pengunjuk Rasa  

Amnesty internasional juga kecam penggunaan kekuatan terhadap demonstran

Lebih jauh, Amnesty International juga mengutuk penggunaan kekuatan, dengan mengatakan "memalukan bahwa pemerintah baru menggunakan taktik kekerasan seperti itu dalam beberapa jam setelah berkuasa".

“Para pengunjuk rasa memiliki hak untuk berdemonstrasi secara damai. Penggunaan kekuatan yang berlebihan, intimidasi dan penangkapan yang tidak sah tampaknya menjadi pola berulang tanpa henti di mana pihak berwenang Sri Lanka menanggapi perbedaan pendapat dan pertemuan damai,” kata Wakil Sekretaris Jenderal kelompok itu, Kyle Ward.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini