"Tentu itu sangat merugikan masyarakat apalagi harga tersebut juga di tetapkan oleh Kementerian ESDM KEPMEN No. 62 K/12/MEM/2020 sehingga apakah Kementerian ESDM ikut terlibat?"tanya BHS.
BHS mengatakan bahan bakar adalah merupakan komoditas yang sangat vital karena menguasai hajat hidup orang banyak.
Oleh karena itu, kata dia, sudah seharusnya Presiden bersama DPR ikut terlibat untuk menghadapkan ketiga lembaga diatas dengan Komisi Persaingan Usaha dan Badan Perlindungan Konsumen serta Yayasan Lembaga Konsumen.
"Karena bila dibiarkan akan membawa dampak ekonomi yang demikian luas dan tentu mengikabatkan inflasi yang sangat tinggi," ujarnya.
Apalagi, lanjut BHS, APBN yang diberikan Pertamina sebagai subsidi adalah tidak wajar.
"Maka Kementerian Keuangan bersama BPK dan KPK harus turun menyelesaikan permasalahan di atas, bila perlu independen masyarakat ikut terlibat mengaudit kebenaran harga Pertalite , Pertamax yang ada saat ini," katanya,
Oleh sebab itu, menurut BHS, pernyataan Dirut Pertamina yang mengatakan subsidi BBM di Malaysia lebih besar daripada subsidi BBM yang ada di Indonesia adalah tidak benar.
"Masyarakat bisa melakukan class action bila pernyataan Dirut Pertamina tersebut benar sesuai dengan yang ada di media massa," kata dia.
BHS berharap Kementerian ESDM segera merevisi tarif BBM Pertalite serta subsidinya yang dengan uang rakyat, disesuaikan dengan harga keekonomiannya yang sebenarnya agar masyarakat tidak dirugikan secara terus menerus.