TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Seoul, ibu kota Korea Selatan, berencana melarang tempat tinggal di bawah tanah setelah sejumlah orang tewas akibat terjebak banjir di dalamnya.
Dilansir Straits Times, setidaknya empat orang di Seoul tewas tenggelam di dalam rumah bawah tanah selama banjir parah di kota metropolitan ini.
Kini otoritas tengah mempertimbangkan untuk melarang pembangunan rumah bawah tanah dan semi-bawah tanah setelah berkoordinasi dengan pemerintah, menurut sebuah pernyataan pada Rabu (10/8/2022).
Pemilik bangunan akan diberikan waktu 10 hingga 20 tahun untuk menghilangkan rumah bawah tanah atau yang dikenal sebagai banjiha dari gedung apartemennya.
Adapun bangunan di basement itu dapat dialihfungsikan sebagai gudang atau tempat parkir.
Pihak berwenang juga akan memberikan bantuan bagi penyewa banjiha untuk pindah ke perumahan sewa umum, lapor BBC.
Baca juga: Adik Kim Jong Un Salahkan Balon dari Korea Selatan atas Covid di Korea Utara, Ancam akan Balas Seoul
"Perumahan bawah tanah dan semi-bawah tanah mengancam mereka yang rentan dalam semua aspek," kata Walikota Seoul Oh Se-hoon kepada Yonhap.
Pada Tahun 2020, ada sekitar 5 persen atau 200 ribu apartemen bawah tanah atau semi-bawah tanah di Seoul, menurut catatan pemerintah.
Kebijakan ini muncul setelah badai hujan terburuk dalam 115 tahun melanda ibu kota Korsel.
Hingga kini, setidaknya ada 11 orang yang meninggal akibat bencana tersebut.
Tiga korban diantaranya merupakan satu keluarga, yang terdiri dari dua wanita berusia 40an dan seorang gadis remaja.
Mereka ditemukan tewas setelah terjebak di apartemen semi-basement yang terendam banjir di Sillim-dong, dekat Gangnam.
Wanita lain berusia 50-an yang tinggal di kediaman yang sama juga tenggelam, menurut surat kabar DongA Ilbo.
Mereka dilaporkan mencari bantuan karena rumahnya dipenuhi air.