TRIBUNNEWS.COM - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) mengecam pernyataan Duta Besar Ukraina untuk Indonesia, Vasyl Hamianin baru-baru ini.
Vasyl Hamianin membandingkan sikap Indonesia atas serangan Israel di Gaza dengan invasi Rusia kepada Ukraina.
Pernyataan yang memicu reaksi keras dari pemerintah Indonesia itu ia lontarkan dalam utas Twitter pada 7 Agustus 2022 lalu.
"HOW ABOUT STRONG CONDEMNATION OF BRUTAL ATTACKS ON UKRAINE DURING THE LAST 5 MONTHS? AND DEATHS OF HUNDREDS IF NOT THOUSANDS OF CHILDREN, INCLUDING MUSLIM KIDS?" bunyi cuitan Vasyl lewat akunnya @VHamianin, dikutip dari Kompas.com.
"Bagaimana dengan kutukan keras terhadap serangan brutal di Ukraina selama 5 bulan terakhir? Dan kematian ratusan hingga ribuan anak, termasuk anak Muslim?"
Ia mempertanyakan sikap Indonesia atas penyerangan brutal di Ukraina yang menewaskan ribuan anak-anak, termasuk anak Muslim.
Baca juga: Polemik Pernyataan Dubes Ukraina, Kemlu Akan Awasi Sikap Vasyl Hamianin
Berdasarkan pantauan Tribunnews, cuitan tersebut telah dihapus.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan, Kemlu telah melayangkan protes terhadap Dubes Ukraina.
Ia mengatakan, Duta Besar untuk Amerika dan Eropa, Ngurah Swajaya telah memanggil Dubes Vasyl Hamianin.
Dalam pemanggilan itu, Dubes Ngurah Swajaya menyampaikan ketidaksenangan pemerintah Indonesia sekaligus kecaman terhadap postingan yang mempertanyakan kebijakan luar negeri RI.
"Pada tanggal 9 Agustus 2022, Duta Besar untuk Amerika dan Eropa, Ngurah Swajaya telah memanggil Dubes Ukraina di Jakarta untuk menyampaikan ketidaksenangan pemerintah (displeasure), sekaligus mengecam postingan yang bersangkutan di media sosial yang mempertanyakan kebijakan luar negeri Indonesia," kata Faizasyah di pengarahan pers mingguan Kemlu RI, Kamis (11/8/2022), lapor Tribunnews.
Sebagai seorang duta besar, Faizasyah menilai, sikap Vasyl Hamianin sangat tidak patut dilakukan saat menjalankan misi diplomatik di suatu negara.
Dubes tidak sepantasnya bersikap negatif terhadap kebijakan politik luar negeri di negara tempatnya bertugas.
"Tentunya ini juga merupakan sesuatu yang insulting bagi kita karena mengomentari dan menanyakan kebijakan Polugri (politik luar negeri) pemerintah Indonesia," ujarnya.