Pada Januari 2020, pejabat Thailand mengadakan pertemuan formal pertama mereka dalam beberapa tahun dengan perwakilan Barisan Revolusi Nasional Melayu Patani (BRN).
Baca juga: Serangan Bom Thailand Picu Kebakaran, Lukai 7 Orang dan 17 Titik Lokasi Hancur
BRN adalah kelompok yang diyakini sebagai yang terbesar dari beberapa kelompok pemberontak.
Meskipun BRN dianggap sebagai kelompok separatis yang paling berpengaruh, anggota lokal beroperasi dengan otonomi tertentu.
Mereka umumnya melakukan serangan tabrak lari, seperti penembakan di jalan dan penyergapan dengan bom pinggir jalan.
Mereka juga dikenal karena serangan terkoordinasi sesekali ketika berusaha membuat poin politik dengan unjuk kekuatan.
Terjadi pertumpahan darah besar-besaran sesekali.
Pada November 2019, orang-orang bersenjata membunuh 15 sukarelawan pertahanan desa dan melukai lima personel keamanan dalam apa yang diyakini sebagai serangan paling mematikan terhadap pasukan pemerintah sejak pemberontakan separatis dimulai.
Sekira 7.300 orang telah tewas sejak pemberontakan dimulai pada tahun 2004 di tiga provinsi, satu-satunya dengan mayoritas Muslim di Thailand yang didominasi Buddha.
Serangan juga terjadi di provinsi tetangga Songkhla.
Penduduk Muslim telah lama menuduh mereka diperlakukan seperti warga negara kelas dua di Thailand, dan gerakan separatis telah aktif secara berkala selama beberapa dekade.
Tindakan keras telah memicu ketidakpuasan.
Serangan Selasa malam adalah yang paling terkenal sejak awal April, ketika pemerintah Thailand dan BRN sepakat untuk menghentikan kekerasan selama periode suci Ramadhan.
Dalam kekerasan lain sejak saat itu, dua ahli persenjataan tentara Thailand yang sedang bertugas terbunuh oleh sebuah bom di akhir bulan itu.
Baca juga artikel lain terkait Bom di Thailand
(Tribunnews.com/Rica Agustina)