TRIBUNNEWS.COM - Serangan pengeboman dan pembakaran melanda wilayah Provinsi Pattani, Narathiwat dan Yala di Thailand pada Selasa (16/8/2022) malam.
Wilayah paling selatan Thailand itu selama hampir dua dekade telah menjadi tempat pemberontakan separatis Muslim yang aktif.
Sedikitnya 17 serangan terjadi dalam semalam, sebagian besar di toko serba ada dan pompa bensin, kata juru bicara militer Pramote Promin.
Tidak ada klaim tanggung jawab atas serangan yang menyebabkan tiga warga sipil terluka itu.
Namun menurut Pramote, para penyerang berdandan seperti wanita.
Para penyerang mengendarai sepeda motor saat beraksi dan diduga menggunakan bom bensin yang dilempar ke lokasi sasaran.
Baca juga: Rentetan Ledakan Guncang Thailand, Polisi Sempat Terima Laporan Beberapa Menit Sebelum Kejadian
"Jelas bahwa para pemberontak tetap berkomitmen untuk menggunakan kekerasan terhadap orang-orang, merusak kepercayaan terhadap ekonomi, menciptakan ketidakpastian dan merusak sistem pemerintahan," kata Pramote sebagaimana dikutip AP News.
Kapten Polisi Sarayuth Kotchawong mengatakan dia menerima laporan sesaat sebelum tengah malam bahwa seorang tersangka telah memasuki toko serba ada di sebuah pompa bensin di distrik Yaha Yala.
Tersangka meletakkan tas hitam di dalam toko itu dan memperingatkan karyawan untuk pergi jika mereka "tidak ingin mati".
Para pekerja pergi sebelum tas itu meledak 10 menit kemudian.
Berbagai kelompok pemberontak selatan belum mengeluarkan tuntutan konsensus.
Mereka adalah campuran bayangan dari separatis veteran dan sering kali dipimpin oleh kelompok militan muda yang kejam.
Tujuan mereka berkisar dari otonomi yang lebih besar hingga kemerdekaan, dengan sedikit indikasi bahwa mereka terkait dengan gerakan jihad di negara-negara Asia Tenggara lainnya, seperti Indonesia dan Filipina.
Pembicaraan damai telah berlangsung selama beberapa tahun di bawah naungan pemerintah Malaysia antara pejabat Thailand dan Mara Patani, sebuah badan payung yang mewakili beberapa kelompok pemberontak.