TRIBUNNEWS.COM - Taiwan memamerkan jet tempur canggih miliknya, F-16V yang dilengkapi rudal, pada Rabu (17/8/2022) setelah latihan militer China di sekitar wilayahnya.
Diketahui, China menggelar latihan militer udara dan laut di Selat Taiwan sebagai respons atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi awal bulan ini.
Dilansir Straits Times, Taipei pun menggelar latihan militer serupa sebagai simulasi pertahanan atas kemungkinan invasi China.
Pada Rabu kemarin, personel Angkatan Udara memuat sebuah pesawat tempur F-16V dengan rudal anti-kapal buatan AS dalam latihan "kesiapan tempur" di sebuah pangkalan udara di wilayah Hualien timur.
Enam F-16V kemudian lepas landas untuk misi pengintaian dan pelatihan malam, termasuk dua yang dipersenjatai dengan rudal, menurut Angkatan Udara Taiwan.
"Dalam menghadapi ancaman dari latihan militer pasukan komunis China baru-baru ini, kami tetap waspada sambil menetapkan konsep 'medan perang di mana-mana dan berlatih kapan saja' untuk memastikan keamanan nasional," kata Angkatan Udara Taiwan dalam sebuah pernyataan.
Baca juga: Dukung Kemerdekaan Taiwan, 7 Pejabat Taipei Dilarang Masuk China, Hong Kong dan Makau
Juru bicara Kementerian Pertahanan, Sun Li-fang mengatakan situasi saat ini merupakan kesempatan bagi Taiwan mengasah keterampilan pasukan.
"Kami akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menguji semua pelatihan yang biasa kami lakukan, dan melalui ini meningkatkan metode kami saat ini dan meningkatkan efektivitas tempur kami," katanya, lapor Al Jazeera.
Mengutip Airforce Technology, F-16V atau Viper adalah varian terbaru dari pesawat tempur generasi keempat F-16 Fighting Falcon multi-peran yang diproduksi oleh Lockheed Martin.
Jet tempur ini dapat dikerahkan dalam misi penindasan pertahanan udara musuh (SEAD), pertempuran udara-ke-darat dan udara-ke-udara serta misi larangan dan larangan maritim.
F-16V memiliki kemampuan perubahan peran misi udara dan dapat mendeteksi dan melacak target yang kritis waktu dan sulit ditemukan di semua kondisi cuaca.
F-16V dapat membawa rudal udara-ke-udara AIM-9X Sidewinder canggih buatan Raytheon Technologies.
Sementara itu, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menegaskan pihaknya tidak ingin memprovokasi atau meningkatkan ketegangan dengan Beijing.
Taiwan hidup di bawah ancaman invasi China, yang mengklaim pulau itu adalah provinsi yang memisahkan diri dan akan dipersatukan kembali.
Taipei menuduh Beijing menggunakan kunjungan Nancy Pelosi sebagai dalih untuk menggelar latihan militer di wilayahnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, Taiwan terus meningkatkan armada pesawat tempurnya.
Ini karena militer Beijing meningkatkan aktivitasnya di zona pertahanan Taiwan.
Pada November lalu, pemerintahan Taipei mengerahkan skuadron pertama F-16V-nya.
China Bisa Salah Perhitungan
Diplomat tinggi AS untuk Asia Timur, Daniel Kritenbrink, mengingatkan China soal salah perhitungan dalam upaya melemahkan Taiwan.
Bicara dalam panggilan konferensi pada Rabu \, Kritenbrink mengatakan China menggunakan kunjungan Pelosi sebagai alasan untuk mengubah status quo yang membahayakan perdamaian.
"Tindakan ini adalah bagian dari kampanye tekanan intensif oleh RRC terhadap Taiwan, yang kami perkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa minggu dan bulan mendatang," katanya, merujuk pada nama resmi China, Republik Rakyat China.
"Tujuan dari kampanye ini jelas untuk mengintimidasi dan memaksa Taiwan dan merusak ketahanannya," imbuhnya, lapor Reuters.
Kritenbrink menekankan komitmen AS terhadap kebijakan "satu China" dan tidak mendukung kemerdekaan formal Taiwan.
Baca juga: China Kembali Tingkatkan Latihan Militer Saat Anggota Parlemen AS Mengunjungi Taiwan
Baca juga: China Kirim Pasukan ke Rusia untuk Latihan Militer Bersama
"Sementara kebijakan kami tidak berubah, yang berubah adalah pemaksaan Beijing yang semakin meningkat. Kata-kata dan tindakan RRT sangat tidak stabil. Mereka berisiko salah perhitungan dan mengancam perdamaian dan stabilitas Selat Taiwan," kata dia.
Washington telah bicara kepada Beijing bahwa pihaknya tidak akan memprovokasi krisis.
Jalur komunikasi AS dengan Beijing tetap terbuka, dan Amerika Serikat akan terus melakukan transit angkatan laut rutin melalui Selat Taiwan, tambah Kritenbrink.
Washington tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taiwan, tetapi terikat oleh hukum untuk menyediakan bantuan pertahanan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)