TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat (AS) mengaku memiliki bukti bahwa ratusan ribu warga Ukraina diinterogasi, ditahan, dan dideportasi secara paksa ke Rusia.
Rusia menolak tuduhan AS tersebut dan menyebutnya fantasi.
Informasi ini diungkap pihak AS dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang digelar oleh Amerika dan Albania untuk membahas "operasi filtrasi Rusia", Rabu (7/9/2022).
Dilansir AP News, operasi ini terjadi kepada warga Ukraina yang melarikan diri karena invasi.
Mereka disebut dipindahkan secara paksa ke Rusia dengan serangkaian "titik filtrasi", berkisar dari interogasi, pengumpulan data, penyiksaan, hingga dikirim ke tahanan.
Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield mengatakan, berdasarkan perkiraan dari berbagai sumber termasuk pemerintah Rusia, menunjukkan pihak berwenang Moskow telah menginterogasi, menahan dan mendeportasi secara paksa antara 900.000 hingga 1,6 juta orang Ukraina.
Baca juga: UPDATE Perang Rusia-Ukraina Hari ke-197: Putin Ancam Putus Pasokan Gas hingga Batu Bara ke Eropa
Ia menyebut, orang-orang ini dibawa ke Rusia hingga daerah-daerah terpencil di wilayah timur.
"Operasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi individu yang dianggap Rusia tidak cukup patuh atau kompatibel dengan kontrolnya," kata Thomas-Greenfield.
"Dan ada bukti yang meningkat dan kredibel bahwa mereka yang dianggap mengancam kontrol Rusia karena dianggap cenderung pro-Ukraina 'menghilang' atau ditahan," ungkapnya.
Thomas-Greenfield mengatakan, Kepresidenan Rusia tak hanya mengoordinasikan operasi ini namun juga menyediakan daftar orang-orang Ukraina yang jadi target "operasi filtrasi".
Perkiraan menunjukkan, ribuan anak telah menjadi sasaran penyaringan, bahkan beberapa dipisahkan dari keluarganya dan diambil dari panti asuhan sebelum diadopsi di Rusia.
Menurut informasi AS, lebih dari 1.800 anak dipindahkan dari wilayah Ukraina yang dikuasai pasukan Putin ke Rusia pada bulan Juli saja, jelas Thomas-Greenfield.
Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menuduh Barat mencoba menodai negaranya.
Menurutnya lebih dari 3,7 juta warga Ukraina, termasuk 600.000 anak-anak, pergi ke Rusia atau daerah separatis yang dikuasai Rusia di Ukraina timur.
Namun mereka tidak ditahan di penjara.
"Mereka hidup bebas dan sukarela di Rusia, dan tidak ada yang mencegah mereka pindah atau mencegah mereka meninggalkan negara itu," katanya.
Nebenzia mengungkap, warga Ukraina melewati prosedur pendaftaran bukannya penyaringan.
Ia menyamakan ini dengan hal serupa dengan yang dilakukan untuk pengungsi Ukraina di Polandia dan negara-negara lain di Uni Eropa.
Thomas-Greenfield mengaku AS telah memprediksi bantahan dari Rusia, dan mengusulkan agar PBB mengecek tudingan tersebut.
"Berikan akses kepada pengamat independen. Beri LSM akses. Izinkan akses kemanusiaan. Biarkan dunia melihat apa yang sedang terjadi," kata dia.
Baca juga: Saat Ukraina Rayakan Keberhasilan Serangan Balasan, Rusia Tingkatkan Kekuatan
Baca juga: Bantu Militer Ukraina Hadapi Invasi Selama Musim Dingin, NATO Pasok Ratusan Ribu Seragam Perang
Sebelumnya, kantor HAM berhasil mendokumentasikan pasukan Rusia dan afiliasinya melakukan penggeledahan tubuh secara telanjang kepada warga Ukraina.
Mereka juga disebut melakukan interogasi soal latar belakang, ikatan keluarga, pandangan dan arah politik, hingga pemeriksaan alat komunikasi, ungkap Ilze Brands Kehris, asisten sekretaris jenderal PBB untuk HAM.
Lebih lanjut, ungkap Kehris, kantor HAM juga menemukan bahwa pria dan wanita yang dianggap memiliki hubungan dengan militer atau pemerintah Ukraina akan jadi sasaran perlakuan buruk hingga dihukum.
Ini juga berlaku kepada mereka yang berpandangan pro-Ukraina atau anti-Rusia.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)